Sebagian penduduk desa yang berada di rumahnya ikut sedih. Karena setelah dua tahun yang lalu Rahmat ditinggal ayahnya, untuk kali ini pula ia ditinggal oleh ibunya yang tercinta untuk selamanya.
"Nak, ibumu..." jelas ibu berjilbab dengan tegar, walaupun degan air mata yang meleleh.
"Ibumu..."
"Kenapa Ibu?" tanya Rahmat polos.
"Ibumu, Nak..." tangis ibu berjilbab itu.
Rahmat mendekati ibunya yang sedang terbaring di kursi, ia heran dengan semua yang terjadi. Ia melihatku disamping ibunya yang terbaring.
"Kak, ada apa dengan ibu?" tanya Rahmat.
Tak ayal, aku tak bisa menahan tangis yang kutahan, sebab kenyataan hidup yang Rahmat alami sungguh pahit. Seumur Rahmat harus hidup tanpa belas kasih orang tua, hal ini dapat melemahkan semangat hidupnya.
Perlahan Rahmat memegang tangan ibunya, lalu mengusap wajah, dan membelai rambut ibunya. Ia terkejut dan panik bahwa pada rambut ibunya terdapat darah.
"Kenapa ada darah? Ibu kenapa?" tanya Rahmat panik melihat kondisi ibunya.
Semua warga terdiam dan menunduk mengungkapkan rasa sedihnya.