Mohon tunggu...
Ali Usman
Ali Usman Mohon Tunggu... Jurnalis televisi -

Pernah bekerja untuk koran Merdeka, IndoPos, Radar Bekasi, Harian Pelita, Majalah Maestro, Harian ProGol, Tribunnews.com (Kelompok Kompas Gramedia), Vivanews.com, kini di TVRI nasional. * IG aliushine * twitter @kucing2belang * line aliushine * blog www.aliushine.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Tembang Lara Kamar 303

11 September 2016   17:09 Diperbarui: 11 September 2016   17:19 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lelaki itu mengangguk. Ia lantas bercerita soal kamar 303. Kamar itu sudah lama tidak digunakan. Penyebabnya, beberapa tamu kamar itu sempat mengalami hal buruk. Ada yang kesurupan, ada yang mendadak gila merasa terancam akan dibunuh, bahkan ada yang mencoba bunuh diri di kamar hotel berbintang itu. Rere mulai merinding.

Kamar 303 dan sebagian gedung utama hotel, dulu sempat terbakar hebat. Saat itu kebetulan tengah menginap satu rombongan grup karawitan tradisional. Tidak ada yang selamat dalam musibah kebakaran itu. Begitupun dengan alat-alat kesenian, seperti gamelan dan lainnya. Semua habis terbakar.

Tiga tahun kemudian, hotel kembali dibuka untuk umum setelah kepemilikan berpindah tangan. Tapi hal-hal buruk tetap terjadi di lokasi kamar itu. Bahkan semakin banyak cerita horor yang beredar pasca kebakaran hebat itu. Rere merasakan seluruh bulu kuduknya berdiri. Ia ingat apa yang dialaminya semalam.

Rere tak sempat mendengar bagian akhir cerita lelaki itu. Ia telah bergegas menuju kamar 303. Ia ingat Vera masih di dalam kamar itu. Sepintas Rere ingat kejadian semalam. Sosok sinden misterius itu duduk membelai rambut Vera dengan lembut. Rere tersadar. Sosok itu ingin mengajak Vera pergi ke suatu tempat.

Rere setengah berlari menuju kamar itu. Ia berharap belum terlambat menolong sahabatnya. Air mata gadis itu mulai mengalir deras. Jantung Rere berdebar kencang. Tembang yang mengalun semalam itu ternyata bukan ditujukan untuknya. Tembang itu ditujukan bagi sahabatnya. (*)

 

Jagakarsa, Iedul Adha 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun