Lelaki itu mengangguk. Ia lantas bercerita soal kamar 303. Kamar itu sudah lama tidak digunakan. Penyebabnya, beberapa tamu kamar itu sempat mengalami hal buruk. Ada yang kesurupan, ada yang mendadak gila merasa terancam akan dibunuh, bahkan ada yang mencoba bunuh diri di kamar hotel berbintang itu. Rere mulai merinding.
Kamar 303 dan sebagian gedung utama hotel, dulu sempat terbakar hebat. Saat itu kebetulan tengah menginap satu rombongan grup karawitan tradisional. Tidak ada yang selamat dalam musibah kebakaran itu. Begitupun dengan alat-alat kesenian, seperti gamelan dan lainnya. Semua habis terbakar.
Tiga tahun kemudian, hotel kembali dibuka untuk umum setelah kepemilikan berpindah tangan. Tapi hal-hal buruk tetap terjadi di lokasi kamar itu. Bahkan semakin banyak cerita horor yang beredar pasca kebakaran hebat itu. Rere merasakan seluruh bulu kuduknya berdiri. Ia ingat apa yang dialaminya semalam.
Rere tak sempat mendengar bagian akhir cerita lelaki itu. Ia telah bergegas menuju kamar 303. Ia ingat Vera masih di dalam kamar itu. Sepintas Rere ingat kejadian semalam. Sosok sinden misterius itu duduk membelai rambut Vera dengan lembut. Rere tersadar. Sosok itu ingin mengajak Vera pergi ke suatu tempat.
Rere setengah berlari menuju kamar itu. Ia berharap belum terlambat menolong sahabatnya. Air mata gadis itu mulai mengalir deras. Jantung Rere berdebar kencang. Tembang yang mengalun semalam itu ternyata bukan ditujukan untuknya. Tembang itu ditujukan bagi sahabatnya. (*)
Â
Jagakarsa, Iedul Adha 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H