Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (116) Dua Kubu Narodniks

28 Maret 2021   05:05 Diperbarui: 1 April 2021   20:34 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Abang kenal?” tanya Soso.

Gege mengangguk. “Orang yang bergelut dengan buku dan penerbitan di Tiflis atau bahkan di seluruh Georgia ini, pasti mengenalnya…”

“Terus siapa itu Nikolai Mikhailovsky?” Soso sudah tak sabar dengan pertanyaan itu.

“Salah satu pentolan Narodnik Kritis…” jawab Gege.

“Tolong ceritakan padaku Bang…” pinta Soso.

“Tapi kau berjanji untuk meminjamkan bukunya Ulyanov juga ya nanti!”

Soso mengangguk, “Sepakat!”

“Akan kuceritakan semampu dan seingatku ya. Darimana aku mulai?” tanya Gege.

“Narodnik dulu, dulu kita mau ngomongin soal itu tapi gak pernah jadi-jadi…” jawab Soso.

Gege mengangguk. Ia mulai bercerita, “Sekitar empat puluh tahun yang lalu,[1] Tsar Alexander II menggulirkan apa yang disebut dengan emansipasi budak. Ini dianggap sebagai tanda berakhirnya feodalisme di Rusia. Budak-budak para bangsawan kemudian dibebaskan dan dijadikan sebagai budak upahan. Para pemilik tanah, digantikan oleh kaum borjuis atau para pemilik modal. Meski, ya sebagian besar dari mereka itu ya juga berasal dari kaum bangsawan yang memiliki tanah luas….”

Baru sampai di sini, Soso langsung teringat cerita tentang kakeknya dari pihak ibu, Glakho Geladze yang merupakan budak dari Pangeran Amliakhvari. Mungkin itulah kenapa ia disebut sebagai ‘budak bebas,’ dari budak ‘biasa’ menjadi ‘budak upahan.’

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun