Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (116) Dua Kubu Narodniks

28 Maret 2021   05:05 Diperbarui: 1 April 2021   20:34 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Alip Yog Kunandar

Episode Awal Vol. III: (101) Digantung Status

Episode Sebelumnya: (115) Kritik untuk Nikolai Mikhailovsky

*****

Soso pernah membaca tentang Darwin, tokoh yang disebut-sebut dalam tulisan Ulyanov. Ia bahkan sudah lama membacanya, sebelum ia pindah dan menjadi siswa seminari. Begitupun dengan Marx. Tapi, betapa menyenangkannya ketika Ulyanov bisa menarik dan menghubungkan keduanya dengan penjelasan yang baik, dan sangat mengagumkan, setidaknya begitu menurut pandangan Soso. Satu-satunya yang mengurangi kenikmatannya memahami tulisan itu, ya tadi, ia tak tahu siapa itu Nikolai Mikhailovsky.

Selain itu, yang menjengkelkannya adalah karena kenikmatannya membaca tulisan Vladimir Ulyanov itu harus dibatasi oleh waktu dan kekurang-pengetahuannya akan latar yang dibahas.

Siapa orang yang paling tepat untuk menjelaskan siapa itu Nikolai Mikhailovsky? Jawabannya adalah Gege Imedashvili. Tak salah lagi, ia pasti mengenalnya, entah itu bertemu secara langsung atau pernah mendengar tentangnya.

Soso segera menemuinya. Ia mengajak si Kamo, satu-satunya anak di Sarang Setan yang paling santai, karena memang tak ada kerjaan, selain nongkrong di rumah sambil terus mengasah Bahasa Rusia-nya yang masih saja belepotan itu.

*****

“Darimana kau dapat tulisannya Ulyanov itu?” itu pertanyaan pertama Gege Imedashvili, ketika Soso menemuinya.

“Saya dipinjami Tuan Zakaria Chichinadze,” jawab Soso.

“Ah, rupanya dia punya…” gumam Gege, “Lelaki itu memang punya jaringan yang sangat hebat, dari berbagai kalangan…”

“Abang kenal?” tanya Soso.

Gege mengangguk. “Orang yang bergelut dengan buku dan penerbitan di Tiflis atau bahkan di seluruh Georgia ini, pasti mengenalnya…”

“Terus siapa itu Nikolai Mikhailovsky?” Soso sudah tak sabar dengan pertanyaan itu.

“Salah satu pentolan Narodnik Kritis…” jawab Gege.

“Tolong ceritakan padaku Bang…” pinta Soso.

“Tapi kau berjanji untuk meminjamkan bukunya Ulyanov juga ya nanti!”

Soso mengangguk, “Sepakat!”

“Akan kuceritakan semampu dan seingatku ya. Darimana aku mulai?” tanya Gege.

“Narodnik dulu, dulu kita mau ngomongin soal itu tapi gak pernah jadi-jadi…” jawab Soso.

Gege mengangguk. Ia mulai bercerita, “Sekitar empat puluh tahun yang lalu,[1] Tsar Alexander II menggulirkan apa yang disebut dengan emansipasi budak. Ini dianggap sebagai tanda berakhirnya feodalisme di Rusia. Budak-budak para bangsawan kemudian dibebaskan dan dijadikan sebagai budak upahan. Para pemilik tanah, digantikan oleh kaum borjuis atau para pemilik modal. Meski, ya sebagian besar dari mereka itu ya juga berasal dari kaum bangsawan yang memiliki tanah luas….”

Baru sampai di sini, Soso langsung teringat cerita tentang kakeknya dari pihak ibu, Glakho Geladze yang merupakan budak dari Pangeran Amliakhvari. Mungkin itulah kenapa ia disebut sebagai ‘budak bebas,’ dari budak ‘biasa’ menjadi ‘budak upahan.’

“Bagi sebagian orang, itu tidaklah cukup, atau hampir bisa dikatakan sama saja, karena tak banyak mengubah nasib rakyat, terutama para petani budak itu. Mereka kemudian menggulirkan gerakan khozhdeniye v narod,[2] yang mendukung gagasan komune obschina dengan memperkuat mereka…” lanjut Gege.

“Sebentar, tolong jelaskan tentang itu,” Soso memotong.

“Komune obschina dikenal juga dengan sebutan mir. Mir[3] adalah komunitas yang terdiri dari mantan budak, atau petani negara dan keturunan mereka. Mereka kemudian menetap di satu desa. Atau bisa juga sebuah desa mencakup lebih dari satu mir dan sebaliknya, beberapa desa kadang-kadang digabungkan dalam satu mir,” papar Gege.

“Kepemilikan tanah diberikan pada mir, bukan pada individu petani. Anggota mir memiliki hak atas penjatahan, atas dasar keseragaman, dari kepemilikan yang masing-masing anggota kembangkan secara terpisah. Tanah ini tidak dapat dijual atau diwariskan tanpa persetujuan mir. Sebagai konsekuensi dari kepemilikan kolektifnya, mir memiliki kekuatan untuk mengatur tanah di antara anggotanya. Mir berurusan terutama dengan rumah tangga dan bukan dengan individu. Petani memiliki hak untuk memegang tetapi tidak memiliki kepemilikan tertentu sehingga tidak bisa melepas atau menjualnya,” lanjutnya.

“Oke, lanjutkan yang tadi,” pinta Soso.

“Gagasan memperkuat mir tadi lahir dari pemikiran Pyotr Lavrovich Lavrov, orang yang kemudian dianggap sebagai penggagas narodniks.[4] Ia sendiri dipengaruhi oleh pemikiran Alexander Herzen.[5] Lavrov dan lainnya, atau kita sebut sebagai kaum Narodnik melihat bahwa kaum tani sebagai kelas revolusioner yang akan menggulingkan monarki, dan menganggap komune desa sebagai cikal bakal sosialisme,” lanjut Gege.

“Tapi mereka juga tahu kalau para petani ini tidak bisa melakukan revolusi dengan sendirinya. Mereka harus didorong oleh tokoh-tokoh terkemuka. Karena itulah para intelektual Narodnik mulai turun ke desa-desa, mengajak para petani untuk memberontak.”[6]

“Tapi lucunya,” sambung Gege, “Mereka hampir tidak menemukan dukungan. Bukan apa-apa, kaum Narodnik yang umumnya kelas menengah dan atas, sehingga mereka menemukan kesulitan dalam berhubungan dengan petani miskin, termasuk juga kesulitan memahami budaya mereka. Mereka akhirnya malah dicurigai oleh petani di desa-desa dan juga diasingkan oleh komunitas asli mereka di perkotaan. Lebih celaka lagi, mereka kemudian ditindas oleh Tsar karena dianggap mengganggu. Banyak diantaranya yang dipenjara atau diasaingkan.”

“Karena itulah banyak diantara mereka yang mendirikan kruzhka,[7] yaitu lingkaran-lingkaran kerja dengan tujuan menyebarkan gagasan ini dan kerja propaganda eksternal. Sasarannya adalah menghancurkan monarki Rusia dan mendistribusikan tanah secara adil di antara kaum tani,” lanjut Gege.

Gege meneruskan ceritanya, “Penindasan dan penangkapan tadi malah menimbulkan reaksi yang lebih besar. Ada kelompok Narodnik yang kemudian membentuk Narodnaya Volya.[8] Ini adalah kelompok garis keras yang berpikir untuk melakukan ‘sesuatu’ untuk memantik revolusi petani.”

“Masalahnya,” imbuh Gege, “Banyak petani yang berpikir bahwa Tsar itu setengah dewa dan dianggap berpihak pada mereka setelah membebaskan mereka dari perbudakan. Karena itulah, ada yang kemudian berpikir untuk membunuh Tsar.”

“Upaya pembunuhan pada Tsar Alexander II yang pertama gagal.[9] Tapi yang kedua berhasil.[10] Pelakunya adalah tiga anggota muda Narodnaya Volya, yaitu Nikolai Rysakov, Ignacy Hryniewiecki, dan Ivan Emelyanov. Mereka melemparkan bom kepada rombongan Tsar di dekat jembatan Pevchesky, St. Petersburg.”

“Tapi tindakan itu malah membuat para petani ketakutan dan tak simpati dengan gerakan itu. Apalagi kemudian banyak pemimpin Narodnaya Volya yang digantung,” lanjut Gege. “Aku termasuk salah satu yang tak setuju dengan itu. Makanya aku kemudian meninggalkan Narodnik, apalagi kelompok yang kuikuti itu juga merupakan kelompok garis keras…”

Soso melongo, “Jadi karena itu Abang meninggalkan Narodnik?”

“Aku tidak meninggalkan gagasannya. Aku meninggalkan gerakannya…” tegas Gege.

“Terus, hubungannya dengan Mikhailovsky ini apa?” tanya Soso yang belum menemukan jawaban yang dicarinya.

“Aku pernah membaca tulisannya tentang hubungan pahlawan dan massa,” jawab Gege. “Dia mengatakan, seorang individu tidak selalu istimewa. Tapi setiap individu yang secara kebetulan menemukan dirinya dalam keadaan tertentu kemudian memimpin massa, dapat memberikan kekuatan yang substansial kepada orang banyak (melalui emosi dan tindakannya), sehingga seluruh peristiwa dapat memperoleh kekuatan tertentu. Jadi menurutnya, peran seorang individu bergantung pada pengaruh psikologisnya yang diperkuat oleh persepsi massa.”

“Pandangannya ini bertentangan dengan gagasan yang populer di kalangan orang-orang yang berpikiran revolusioner yang menganggap bahwa seseorang yang memiliki karakter atau bakat yang kuat, mampu melakukan hal-hal yang luar biasa dan bahkan mengubah jalannya sejarah,” tambah Gege.

“Mikhailovsky bahkan mengatakan bahwa kaum intelektual berhutang pada masyarakat yang mengalami penderitaan yang panjang. Pemikiran-pemikiran besar, menurutnya lahir dari pengamatan pada penderitaan ini!”

Soso mencoba untuk memahaminya. Ia lalu teringat bagian awal tulisan Ulyanov yang menghubungkannya dengan kritik Mikhailovsky pada pemikiran Darwin. “Apa kaitannya dengan Darwin?”

Gege tersenyum, “Seingatku, Mikhailovsky menganggap proses sejarah sebagai kemajuan diferensiasi lingkungan sosial, yang akhirnya mengarah pada munculnya individualitas. Perjuangan untuk individualitas dipandang sebagai masalah lingkungan yang beradaptasi dengan kepribadian. Ini berbeda dengan gagasan Darwinis tentang perjuangan untuk eksistensi, di mana individu beradaptasi dengan lingkungan,” jawabnya.

Bagian itu masih membingungkan Soso. “Sebentar, lalu apa yang membuat sebagian kaum Narodnik menganggapnya berbeda?”

“Jadi sebagian orang menyebut bahwa Mikhailovsky ini sebagai Narodnik Kritis, berbeda dengan Narodnik Doktinal yang lebih keras. Kaum Narodnik Kritis mengambil sikap yang sangat fleksibel terhadap kapitalisme, dengan tetap berpegang pada orientasi dasar mereka. Sebaliknya Narodnik Doktrinal memegang keyakinan kuat bahwa kapitalisme tidak memiliki masa depan di Rusia, atau bahkan di negara agraris mana pun,” jawab Gege.

“Intinya, Nikolai Mikhailovsky diuanggap berbeda karena mengembangkan gerakan Narodnik yang lebih santun. Ia bahkan menyerukan agar kaum Narodnik bekerjasama dengan Tsar untuk penguatan mir atau komune obschina itu,” jawab Gege.

Soso mengangguk-angguk, ia memiliki sedikit gambaran tentang Mikhailovsky ini. Sayangnya, ia masih buta dengan Sosial-Demokrat dan juga sosok Vladimir Ulyanov yang mengkritisi pemikiran Mikhailovsky ini.

Dan untuk itu, Gege tak bisa menjawabnya.

Soso melirik pada si Kamo, “Kau ngerti?” tanyanya.

Anak itu cengengesan, “Kalian ngomongin apa sih?”

*****

BERSAMBUNG: (117) Belajar Bahasa Jerman, atau...

Catatan:

[1] Tepatnya tahun 1861

[2] Secara harfiah berarti ‘menuju ke rakyat’; Rusia

[3] Secara harfiah berarti ‘masyarakat’; Rusia, sebuah tradisi lama petani Slavia sebelum sebagian besar dilibas oleh perbudakan feodalis, meski sebagian masih ada yang bertahan.

[4] Narod kurang lebih seperti istilah ‘volk’ dalam Bahasa Jerman, merujuk pada pengertian ‘rakyat’

[5] Alexander Ivanovich Herzern, kemudian dianggap sebagai ‘Bapak Sosialisme Rusia’ (1812-1870), salah satu karyanya adalah novel Kto vinovat? (Siapa yang Harus Disalahkan).

[6] Gerakan ‘turun ke desa’ ini dimulai tahun 1874

[7] Secara harfiah berarti ‘cangkir’ atau ‘mug’; Rusia

[8] ‘Keinginan Rakyat’ sebuah partai revolusioner pertama di Rusia, didirikan pada bulan Juni 1879

[9] Februari 1880

[10] 13 Maret 1881

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun