Rasanya nggak enak aja kalau sampai si Seva tahu. Anak itu seperti kehilangan minat pada hal apapun, minatnya pada sekolah --menjadi pendeta misalnya---tak kelihatan, berbeda dengan teman Gorinya yang lain, si Peta yang serius dan tambah alim. Diajak nakal pun juga seperti kehilangan minatnya juga. Nantilah, mungkin ada hal yang bisa membuatnya bergairah lagi, entah apa...
Soal itu, sama sekali bukan karena rasa bersalahnya 'merebut' si Lisa, tapi pada dasarnya, Soso memang peduli pada kawan-kawannya, sepanjang temannya itu juga layak dipedulikan.
Dulu, ia sempat sangat peduli dengan si Said Devdariani, kawan sekelasnya yang kemudian menjadi kawan baiknya di Kamar Terkutuk, kamar isolasi buat siswa penyakitan itu. Tapi setelah beberapa kali si Said terang-terangan menyebutnya sebagai biang kerok aturan-aturan baru, Soso mulai kehilangan respeknya. Ia tak memusuhinya, tapi tak lagi mempedulikannya. Apalagi urusan dengan bapaknya, soal Pak Beso yang berutang juga sudah diselesaikannya.
*****
Kembali ke Tiflis kali ini, Soso membawa 'tugas' yaitu mengajari si Simon Ter-Petrosian. Simon berangkat ke Tiflis bersama dengannya dan si Abel. Bahkan tiket pun dibelikan oleh kakeknya.
Entah berapa banyak si Senko dapat bekal, yang jelas, Soso juga dikasih 10 rubel dari Romo Arshaki untuk 'uang muka' kursus privat Bahasa Rusianya nanti. Selain itu, Soso juga dikasih 20 rubel untuk biaya tempat si Simon. Padahal kan Sarang Setan sudah disewa selama setahun, dan masih lama.Â
Ya kalau dihitung-hitung, uang itu hampir sama dengan uang yang dibayarkan untuk sewanya, 25 rubel. Ya sudah, duitnya dikantongi saja sama Soso.
Sarang Setan tentu menjadi tujuan mereka ketika tiba di Tiflis. Masuk sekolah masih tiga hari lagi, jadi mereka bisa istirahat dulu, sambil menemani si Simon beradaptasi dengan situasi. Nantinya, dia kan akan ditinggal sendiri di rumah itu, paling bersama si Ararat dan bandit-bandit kawannya. Soso dan anak-anak Lingkaran Setan kan nggak bakalan tidur di situ, semuanya tidur di asrama.
Tenang, semua urusannya beres. Bahkan mungkin sebetulnya nanti Soso malah bakalan makan gaji buta, terima honor dari kakeknya si Simon, tapi yang ngajarin dia Bahasa Rusia kan bukan hanya dia, bisa juga anak-anak yang lain. Bahkan si Ararat pun lumayan jago juga Bahasa Rusianya. Tinggal nyuruh anak Armenia itu ngomong terus pake Bahasa Rusia kali malem, beres. Dikasih sekopek-dua kopek cukup. Apalagi keduanya kan sama-sama punya darah Armenia, meski si Simon hanya separuh, dari bapaknya.
Soso sendiri tinggal memikirkan bagaimana situasi di sekolahan nanti sepeninggal Romo Serafim. Tanda-tandanya sih sudah jelas, bakalan banyak aturan dan penegakan disiplin yang tak menyenangkan, atau yang jelas baginya adalah, sangat mengganggu kenyamanannya. Tapi ia tak mau memikirkannya sekarang, bahkan memikirkan sekolahnya akan seperti apa pun ia tak terlalu peduli lagi.
*****