Tapi ketika Soso sampai di rumahnya Romo Arshaki yang sederhana itu, ia kaget karena bertemu dengan ibunya bahkan juga si Simon!
Anak itu langsung cengengesan ketika bertemu dengan Soso. maklum, usia mereka tak berbeda jauh, Simon lebih muda sekitar empat atau lima tahun darinya. Karena Soso ketuaan saat di sekolahnya, jarak mereka di sekolah yang tak terlalu jauh, jadi sering bertemu, meski di luar, mereka jarang main bareng.
Sebagai blasteran Georgia-Armenia, 'kelas' si Simon memang rada-rada menggantung dalam pergaulan masa kecilnya di Gori. Oleh orang Rusia dianggap tak selevel --termasuk juga dimusuhi oleh anak-anak genk SOTOY --musuh Soso zaman kecil dulu---tapi juga rada disegani oleh anak-anak pribumi asli. Jadi ya gitu, berteman dengan anak-anak Rusia tidak, dengan anak-anak asli juga tidak, meski juga tidak dimusuhi oleh siapapun.
Romo Arshaki langsung mengajak Soso, Simon, dan ibunya untuk berbincang. "Kebetulan, Joseph sedang pulang ke sini, jadi aku harus ngomong dengan kalian sekarang..." kata Romo Arashki kepada anak dan cucunya itu. "Seperti yang sudah kuomongkan soal sekolahmu, aku sudah mengambil keputusan. Tahun depan kau harus masuk Seminari Tiflis, seperti si Joseph ini. Karena itu, mulai sekarang, kau harus belajar Bahasa Rusia. Itu tak bisa ditawar, bukan begitu So?" ia melirik Soso.
Soso mengangguk.
"Nah, mumpung masih ada waktu, aku minta padamu So untuk mengajari cucuku ini..." lanjut Romo Arshaki. "Pergilah kau ke Tiflis, cari tempat dan cari guru bahasa, tapi tolong So, dampingi dia!"
"Maksud Kakek?" tanya si Simon.
"Kau pergi ke Tiflis, belajar Bahasa Rusia, dan kau kutitipkan pada si Joseph ini, biar kamu juga ada teman. Ngerti nggak?"
Simon tak menjawab.
"Kapan kau kembali ke Tiflis?" Romo Arshaki melirik Soso.
"Kurang lebih seminggu lagi, Romo..." jawab Soso.