Si Abel malah yang cerewet bertanya-tanya soal Bonia. Soso dengan santai menyebutnya apa adanya; adik tirinya.
"Cakep juga, Koba..." katanya.
"Kalau kau di sini, tolong panggil aku Soso, seperti yang lain, soalnya bapak tiriku juga dipanggil Pak Koba, nanti malah bingung dia!" kata Soso.
"Iya deh," kata si Abel, "Dia sudah punya cowok?"
"Gak tau, kau dekati saja kalau kau tertarik. Tapi jangan minta bantuanku!" kata Soso cuek.
Bagus juga sih, pikir Soso, kalau si Abel sibuk mendekati si Bonia, apapun hasilnya, ia jadi bisa bebas, menikmati hari-harinya di Gori seperti dulu lagi.
Jadi ketika keesokan harinya mereka kembali ke rumah Pak Koba untuk numpang sarapan pagi, Soso sengaja meninggalkan si Abel di sana, dan ia berniat untuk ngelayap. Memang ia sendiri belum tahu mau ke mana atau mau ngapain, tapi setidaknya, ia bisa sedikit bebas.
Entah kenapa, justru yang terlintas di kepala Soso adalah mengunjungi si Lisa, Lisa Akovopa, teman baik si Bonia yang saat terakhir ia di Gori menjadi teman ngobrolnya. Berangkatlah ia ke sana, ke rumahnya yang tak jauh dari Stasiun Gori itu.
Tapi di jalan, ia berpapasan dengan seorang lelaki tua yang berpakaian pendeta. Soso mengenalinya, Romo Arshaki, salah satu gurunya di sekolah gereja dulu, sekolah yang letaknya memang tak jauh dari Stasiun Gori itu.
Lelaki itu pun segera mengenalinya. "Kau Joseph Djugasvili kan?"
"Betul Romo..." kata Soso sambil membungkuk.