Soso termagu. Ah, gadis itu juga menghilang, pulang. Mungkin akan menikah seperti yang pernah diceritakannya. Atau mungkin kontrak ayahnya selesai di Tiflis sini. Jangan-jangan, ia juga takkan kembali ke sini.
Tak ada yang bisa dilakukan Soso selain kembali ke sekolah. Jelas tak langsung masuk, waktu istirahatnya masih panjang. Makanya ia memilih untuk menuju toko buku Gege Imedashvili.
Sendirian ia di sana. Kawan-kawannya sedang bergerak, ada yang sedang mencari calon markas, ada juga yang sedang bergerilya membujuk anak-anak baru. Mau ngajak ngobrol Gege juga tampaknya sedang sibuk, pelanggannya tampaknya makin banyak. Ia hanya sempat memesan kopi saja lalu melihat-lihat buku yang kira-kira menarik untuk dibaca.
Saat itulah dua anak buahnya, Alesi dan Ataka menghampirinya.
"Untunglah ketemu di sini..." kata Alesi, "Ada kabar bagus!"
"Apa?" tanya Soso. Ia tak jadi memilih buku dan membawa dua anak itu ke luar sambil menunggu pesanan kopinya.
"Ada rumah kosong di belakang markas tentara, harganya miring, penjaganya menawarkan 25 rubel setahun!" kata Alesi.
"Wah, bagus itu, luasnya?" tanya Soso antusias.
"Lumayan luas, ruangan tengahnya bisa dipakai untuk pertemuan 30 orang..." timpal Ataka. "Cuma ya itu, kotor, sudah lebih sepuluh tahun tak ada yang menghuninya. Banyak bocor dan hal-hal lain yang harus diperbaiki!"
"Kalau di belakang markas tentara, berarti dekat dong," kata Soso. "Ayo kita ke sana, aku mau melihatnya!"
Dua anak itu langsung mengangguk, tapi Soso teringat akan pesanan kopinya yang belum juga datang. Ia terpaksa menemui Gege dan membatalkan pesanannya jika belum disiapkan. Karena tampaknya memang belum, Gege tak keberatan Soso membatalkannya.