Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (101) Digantung Status

11 Maret 2021   06:11 Diperbarui: 12 Maret 2021   11:15 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tentu saja Romo, bukannya saya tidak mau mengikuti peraturan. Tapi bagaimana saya bisa memotong rambut saya kalau saya tak punya waktu keluar dari asrama saat jam istirahat!"

"Ya sudah, hari ini kau boleh keluar jam istirahat untuk memotong rambutmu. Awas kalau kembali masih gondrong seperti itu!"

"Baik Romo!" kata Soso.

Ia pun disuruh kembali ke kelas. Tapi alih-alih berpikir untuk mencukur rambutnya, Soso malah justru kepikiran untuk memanfaatkan jam istirahat itu untuk menemui Pak Serafim, rektor yang tak aktif itu di tempat peristirahatannya. Ia tak tahu di mana tempatnya, yang pasti, Pak Serafim pasti masih tinggal di Tiflis, karena secara resmi ia masih menjabat sebagai rektor seminari ini.

Satu-satunya tujuan menemui Pak Serafim adalah untuk menanyakan soal 'kebijakan' atau 'aturan' baru itu secara langsung. Memang, teman-temannya disuruh mendaftar lagi, tapi ia pikir, itu bukan berarti kalau ia terlambat ia kehilangan haknya. Jika aturan itu memang ada, ia akan langsung meminta putusan dari Pak Serafim. Jika tidak, ia punya alasan untuk bertahan dari apapun yang akan digunakan Pak Germogen untuk memberinya hukuman.

"Punya kuasa boleh, tapi jangan sok-sok berkuasa!" bathinnya. Entah kenapa, ia benar-benar tak suka Pak Germogen menempati posisi itu, meski hanya sementara. Selain itu, anak buahnya, kepala pengawas, Inspektur Dmitri alias Mister Black Spot itu tampaknya juga mencari-cari celah untuk menghukumnya.

Entah hanya perasaannya, atau memang begitu kenyataannya. Yang jelas, Soso merasa dia harus bersiap untuk menghadapinya, atau bila perlu melawannya! Dan untuk itu, ia perlu 'amunisi' salah satunya ya 'fatwa' dari Pak Serafim, orang yang paling berwenang dan berkuasa saat ini!

*****

BERSAMBUNG: (102) Surat Sakti dari Rektor

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun