Soso mengangguk-angguk lagi.
"Asal tahu saja, di Balai Kota, kedatanganmu saja sudah jadi bahan omongan..." kata Nana lagi.
"Kenapa?" tanya Soso.
"Karena tiba-tiba saja langsung dekat dengan Tuan Nikoladze dan sama sekali tak ada kaitannya dengan proyek-proyek yang sudah disetujui Rusia!"
"Memangnya apa saja yang sudah disetujui?"
"Banyak. Gereja, gymnasium,[1] pelabuhan, nanti ada kilang minyak, bahkan juga teater seperti di Tiflis!" jawabnya.
"Oh ya?"
Nana mengangguk. "Karena tiba-tiba kamu datang dan diminta belajar tata kota itulah kamu jadi bahan omongan orang-orang, baik yang dekat dengan Tuan Niko maupun yang agak tidak terlalu menyukainya!"
"Oke kalau begitu, aku mulai paham..." kata Soso. "Jadi kamu sengaja menemaniku agar aku paham soal itu?"
Natela mengangguk. Pak Didi menyampaikan pada orang dekat Tuan Niko soal tugas yang diberikan padamu. Nah aku ditunjuk oleh dia untuk menemanimu, jangan sampai kamu ditemani oleh orang yang tak menyukai Tuan Nikoladze, apalagi yang memusuhinya!"
Karena penjelasan Natela itulah Soso mulai mengerti 'peta politik' di dalam lingkungan Balai Kota Poti. Mungkin Poti ini memang istimewa, karena dipimpin oleh pribumi, berbeda dengan kota-kota lain yang semuanya orang Rusia, ditunjuk atau diangkat oleh Tsar dan jajarannya. Bisa jadi di Tiflis tak seperti itu. Tapi entahlah, tak ada satupun pejabat di Tiflis yang ia kenal. Bahkan di kampungnya sendiri pun, Gori, ia tak tahu.