Soso menggeleng, meski ia memang diberi uang oleh Pak Koba, tapi ia juga punya uang dari hasil kerjanya sendiri, honor dari paduan suara yang masih sering pentas. Meski tentu saja uang itu sudah bercampur baur. "Saya ikut paduan suara di sekolah, sering tampil di Teater Imperial Tiflis. Ada honornya. Ada juga uang saku dari beasiswa..."
Pak Beso menatapnya, kemudian menaruh sepatu yang sedang dikerjakannya. "Bantu aku berdiri!" katanya, sambil menyodorkan dua tangannya.
Soso menariknya. Ia menyangka Pak Beso hanya susah berdiri karena pegal kelamaan duduk. Tapi ketika ia mulai melangkah, ia tampak terpincang-pincang. Kaki kanannya terlihat sulit digerakkan.
"Kenapa kakinya, Pak?" tanya Soso sambil memegangi tangan bapaknya itu.
"Nanti saja kuceritakan..." jawabnya. "Ada kedai orang Turki di ujung sana, dia menjual daging bakar yang ditusuk. Aku sudah lama ingin mencobanya, kalau kau benar-benar punya uang..."
Soso mengangguk. Dua lelaki itu meninggalkan kios tempat Pak Beso bekerja setelah ia meminta izin kepada pemiliknya, orang yang mempekerjakan Pak Beso itu. Di belakang, si Ararat tampak mengikutinya.
"Kau mau kemana?" tanya Soso.
"Aku juga mau makan itu..." jawabnya.
"Bayar sendiri ya, kau kan sudah dapat uang. Jangan lupa jatah temanmu!"
"Iya, aku tahu!" katanya.
*****