"Pak Devdariani tahu itu?"
Pak Beso mengangguk, "Tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Aku ngerti lah, apa daya para pekerja seperti kita ini. Apalagi jabatannya juga tak tinggi di situ. Aku malah merasa tak enak padanya karena dia yang memberiku pekerjaan itu..." jawabnya.
"Tulang betisku retak dihajar besi..." lanjut Pak Beso. "Habis itu, aku masih dibawa ke kantor polisi pula sampai beberapa malam, ditanyai terus soal yang sama..."
Pesanan makanan tiba. "Makan dulu Pak..." kata Soso.
Pak Beso makan dengan sangat lahap, juga si Ararat yang dari tadi tak terdengar sepatah kata pun, tapi asyik menyimak cerita Pak Beso. Soso juga menikmati makanan itu, tapi mendengar cerita bapaknya, ia menjadi tak terlalu nyaman lagi.
Selama ini, sulit baginya untuk mempercayai bapaknya itu, apalagi dengan rekam jejaknya sebagai pemabuk yang sering mencuri uang hanya untuk minum, atau bahkan langsung mencuri minumannya langsung, seperti kasusnya sebelum ia dikeluarkan Soso dari kantor polisi di Tiflis ini.
Tapi, bisa jadi cerita bapaknya itu benar. Ia tak terlibat. Setidaknya, Soso sudah melihat ada satu sisi positifnya; bapaknya tetap pergi ke Rustavi dan ikut kerja di pabrik baja seperti sarannya dulu. Berarti ada lah niatnya untuk berubah, meski mungkin masih kambuhan juga penyakit ngaco-nya.
"Berapa lama ditahan polisi di Rustavi?" tanya Soso setelah makanannya habis.
"Dua minggu. Aku dikeluarkan karena tak terbukti. Tapi aku tak bisa kembali ke pabrik itu..." jawabnya. "Jadi sebetulnya aku baru tiga minggu kerja di sana, upah pun belum banyak. Jangankan untuk mengobati kakiku, untuk ongkos ke Gori pun aku tak punya. Pak Devdariani yang memberiku pinjaman, dan habis untuk berobat, itupun belum benar-benar sembuh..."
"Berapa utang Bapak pada Pak Devdariani?" tanya Soso.
"60 rubel!" jawabnya.