Anak-anak saling melirik. "Ya sudah.." kata si Armas yang secara tidak langsung menjadi tetua di Kamar Terkutuk, karena dia paling senior. "Tapi ingat, anak-anak di sini juga punya hak untuk rembes. Semua punya urusan masing-masing!"
Soso mengangguk. Setelah diizinkan teman-temannya dengan iming-iming, malam itu juga Soso kabur dari asrama. Tujuannya adalah rumah si Lado. Di sana ia yakin akan lebih tenang untuk menulis, selain ada pasokan tembakau dan juga dekat untuk mendapatkan kopi. Ia juga terpaksa harus menyewa kereta kuda agar cepat sampai ke sana.
Tapi sampai subuh, Soso tak berhasil juga menyelesaikan tulisannya. Terlalu banyak gagasan yang ingin ia sampaikan, sementara si Lado sudah memberitahunya tentang batasan panjang tulisan yang diizinkan Kvali.
Persoalan yang membuat Soso kesulitan lainnya adalah, ia masih bingung antara harus menuliskan gagasan besar atau menyampaikan gagasan-gagasan praktis. Soal gagasan besar, ia sudah merasa punya cukup bahan di kepalanya, dari hasil perenungan dan bacaan-bacaannya. Tapi itu terlalu luas.
Sementara, kalau ia mau menuliskan gagasan-gagasan praktis, ia terhambat dengan pengetahuannya sendiri yang masih kurang. Misalnya saja, gagasan phalanstery atau obschina saja dia belum paham betul. Dulu ia hampir melanjutkan diskusinya dengan Gege Imedashvili, tapi batal gara-gara keburu bertemu dengan si Lado cs. Sampai sekarang, ia belum melanjutkan diskusinya dengan Gege itu.
"Aku balik ke asrama dulu, Do..." kata Soso setelah berhasil membangunkan si Lado.
"Tulisanmu sudah selesai?" tanyanya.
Soso menggeleng, "Nanti kuteruskan jam istirahat!" katanya.
"Simpan saja tulisanmu itu di sini, nanti kubaca-baca..."
Soso mengangguk, lalu meninggalkan si Lado yang meneruskan tidurnya. Kepalanya sendiri masih terasa pening, ia tak tidur sama sekali. Padahal, sebentar lagi ia sudah harus mulai mengikuti kegiatan di sekolah.
*****