"Kau pikirkanlah dulu itu So..." kata Silva pada Soso. "Aku mau balik sekarang..." lanjutnya sambil melirik Nunu dan Lado.
"Aku juga..." Nunu ikutan berdiri.
"Ya sudah, aku nyusul," kata Lado, "Kutemani Soso dulu, sambil nostalgia di kampung..."
Silva dan Noe Zhordania meninggalkan mereka.
"Jangan tersinggung dengan omongannya si Nunu..." kata Lado setelah dua temannya itu pergi. "Meski sudah berusaha bergaul, kadang-kadang ego dia sebagai turunan bangsawan masih muncul!"
Soso tersenyum kecut.
"Sebentar, kucarikan dulu tembakau..." kata si Lado lagi sambil meninggalkan Soso, masuk ke dalam bangunan, dan tak lama sudah keluar sambil mengisap tembakaunya. Rupanya dia juga punya cangklong sendiri.
Lado menyerahkan cangklongnya, Soso segera menerima dan mengisapnya. Lama kelamaan ia mulai menikmatinya.
"Ada banyak gagasan yang bisa kau sumbangkan di Mesame Dasi. Partai kita masih muda, tiga tahun aja belum. Masih meraba-raba. Mungkin tujuannya sudah mulai terbentuk, tapi arah gerakannya yang masih belum kuat..." kata si Lado lagi. Berdua mereka bergantian mengisap cangklong itu.
"Kalaupun kamu masih merasa berat bergabung dengan partai karena waktumu di seminari, setidaknya, kau bantu aku di gerakan buruh. Yang itu sudah mulai jalan. Kau ingat Mei lalu kan? Itu awal yang bagus untuk gerakan. Aku sudah mulai bisa mengkoordinir jaringan buruh se-Georgia, nggak cuma di Tiflis..." lanjut si Lado lagi.
"Nunu dan Silva juga aktif di situ?" tanya Soso.