Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (41) Kopi dan Tembakau

6 Januari 2021   11:07 Diperbarui: 7 Januari 2021   12:13 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
WPAP by Alip Yog Kunandar

"Si Tua Ninika?" tanya Soso.

"Ya itulah!" kata Nunu. "Boleh ya?"

Soso mengangguk.

"Atau kau mau buat yang lain, tapi yang seperti itu, yang membuat orang berpikir tentang nasibnya..." kata Nunu lagi.

"Itu aja dulu," jawab Soso, "Aku belum sempat membuatnya lagi..."

"Ya sudah..."

"Aku ingin bergabung dengan Kvali..." kata Soso pada Nunu, "Aku ingin belajar menuliskan gagasan-gagasanku..."

Tanpa disangka, Nunu malah tertawa terbahak-bahak, "Apa yang mau kau tulis? Gagasanmu? Gagasan yang mana? Gagasan tentang Tuhan?"

Soso diam. Ia agak tersinggung.

"Tuan Soselo atau Romo Joseph, Kvali bukan tempat orang putus asa yang menuangkan keluh-kesahnya dalam puisi-puisi semata. Okelah, puisi itu bisa membuat orang merenung. Tapi Kvali bukan Iveria tempat penyair-penyair utopis dan romantis membayangkan keindahan tanpa berjuang untuk mendapatkannya!" kata Nunu lagi. "Kvali juga bukan lembaran khotbah yang akan membuat pembacanya menyerahkan nasibnya kepada Tuhan. Kvali tak berurusan langsung dengan Tuhan. Kalaupun Tuhan ada, Kvali  justru mengingatkan, sebelum bertemu dengan Tuhan, kau harus mengurusi hidupmu terlebih dahulu di dunia!"

"Mungkin kau bisa menyampaikan gagasan-gagasanmu dengan berkegiatan di partai dulu..." Lado menimpali. Ia tampaknya juga kesal dengan omongan Nunu yang terlihat merendahkan Soso. Bagaimanapun, Lado tahu kemampuan dan pemikiran Soso, hanya saja memang belum terasah karena terkungkung di tembok seminari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun