Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (40) Gazhonva

5 Januari 2021   09:07 Diperbarui: 6 Januari 2021   11:32 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Said mengangguk tanpa meliriknya, matanya tertuju pada bukunya. "Mantan aktivis Narodniks.[3] Mungkin satu-satunya di Georgia..." jawabnya.

"Apaan tuh?" tanya Soso.

"Kau sudah selesai baca Chto dlat'?" tanya Said lagi.

 "Belum, separuhnya aja belum. Kemarin kan terlalu banyak razia, dan bukunya sudah keburu kamu kembalikan..." jawab Soso.

 "Selesaikan dulu buku itu!" kata Said lagi.

 Soso meninggalkan Said dan masuk lagi ke dalam, menemui Gege Imedashvili dan menanyakan soal buku itu. Gege segera menunjukannya, sementara Soso mengembalikan novel Bug-Jargal yang tadi hendak dibacanya.

 "Sudah baca Otcy i deti?" tanya Gege. Soso mengangguk. "Bagus kalau sudah, biar pemahamanmu utuh..." katanya lagi.

Asyik juga di situ, pikir Soso, ini sih bukan sekadar taman bacaan atau toko buku seperti punyanya Pak Yedid yang hanya menjual buku. Ini seperti perpustakaan di sebuah universitas, ada buku, dan ada juga pemandunya. Jadi tak asal nyomot buku, melainkan runtut, mana dulu yang harus dibaca, dan apa lagi yang perlu dibaca setelah itu.

Sayangnya, Soso nggak bisa berlama-lama di tempat itu. Si Said mengajaknya untuk segera kembali. "Besok lagi ke sini, jam istirahat!" katanya.

Soso tahu, berlama-lama di situ memang berbahaya, apalagi Mister Black Spot lagi rajin-rajinnya razia. Ia mengembalikan buku itu, berharap besok ia kembali dan melanjutkannya. Di bawa ke asrama juga percuma, lampu di Kamar Terkutuk tak lagi bebas dinyalakan, bolos dari kelas juga lebih susah sekarang.

*****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun