Soso rada-rada jengkel juga. Lah kok bapaknya yang sengit, harusnya kan dia, yang ditinggalkannya bertahun-tahun bersama Mak Keke. Tapi Soso masih berusaha menahan diri. Nggak enak, ia berada di dalam lingkungan seminari. "Maksud saya, kenapa Bapak ada di Tiflis?"
"Aku mencarimu di Gori. Tapi ibumu mengusirku. Padahal niatku baik..." katanya.
Soso sangsi, apa lelaki itu ngomong dalam keadaan sadar atau tidak. "Buat apa nyariin saya?" tanya Soso.
"Aku mau mengajakmu kerja di pabrik. Tapi si Sese bilang, kamu sekolah di sini...." kata Pak Beso lagi. "Kurangajar sekali dia, masak aku ditolaknya kerja di pabrik sepatu lagi. Padahal aku kan dulu kerja di situ, lebih dulu masuk ketimbang dia. Dia yang kuajak kerja di situ. Sekarang sudah jadi mandor, lupa padaku!"
Wah, mabok ni orang... bathin Soso. Lagian siapa pula orang waras yang memperkejakannya kalau model begini.
"Terus Bapak mau ngapain ke sini? Kan sudah jelas saya sekolah. Bapak nggak bisa kerja juga di tempatnya Pak Sese..."
"Beri aku lima rubel, aku mau ke Gori lagi, mau buka usaha lagi!" katanya.
"Lima rubel dari Hongkong? Saya sekolah, bukannya kerja, Pak!" kata Soso.
"Kata si Sese, kau dapat beasiswa lima rubel sebulan!"
"Itu beasiswa potongan biaya sekolah, bukan cling dikasih duitnya terus bisa dipake foya-foya!"
"Jangan kau berbohong, kau mau jadi pendeta kan!"