Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (23) Pembajak yang Dibajak

19 Desember 2020   07:07 Diperbarui: 23 Desember 2020   02:59 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Target ada di kereta yang mana?” tanya Soso.

Peta menggeleng, “Ya nggak tau lah, kan tugasku cuma ngawasin jembatan. Kalau kutunggui dulu kan malah keburu ketahuan…” jawabnya.

“Ya sudah, ayo siap-siap semua!” kata Soso. “Gigi, Jaba, kalian berdua bawa amunisi, jangan ikut menyerang rombongan kereta yang depan. Tunggu kereta paling belakang. Serang mereka begitu mendekat. Jangan sampai mereka keburu memberi bantuan!” kata Soso lagi. Anak-anak itu kembali bersiaga ke tempatnya dengan tugasnya masing-masing. Semua menunggu dengan tegang.

Lewat tengah malam, saat udara dingin makin terasa menusuk dan salju tipis turun bagai serpihan-serpihan kapas kecil, lamat-lamat terdengar derap kaki kuda. Bukan satu atau dua, banyak. Soso memberi kode pada anak-anak yang bertugas menumbangkan pohon untuk bersiap. Tak lama, sumber suara itu makin jelas, dalam keremangan cahaya bulan, sebuah kereta yang ditarik dua ekor kuda melesat cepat, di belakangnya ada dua kereta yang serupa. Cukup jelas terlihat karena jalanan menurun. Setelah melewati punggung bukit, kecepatan kereta berkurang. Jalanan menurun dan tentu saja licin karena salju, meski tipis.

Tepat ketika kusir kereta paling depan berusaha untuk mengurangi laju lebih lambat lagi karena jalan sedikit berbelok dan menukik, sepasang kuda penariknya dikagetkan oleh sebuah pohon tumbang dan melintang tepat di depannya. Kuda-kuda meringkik, mengangkat sepasang kaki depannya, sementara dua pasang roda kereta masih bergulir ke depan, lalu menabrak kuda penarik. Saat yang bersamaan, sebatang pohon kembali tumbang. Seekor kuda kena sabetan dahan dan bergerak liar. Kereta oleng. Kusir dan seorang yang duduk di sebelahnya melompat keluar, tepat sebelum kereta itu terguling. Malang bagi si penumpang itu, ia melompat ke arah kuda yang terhuyung-huyung menahan tarikan kereta. Tubuhnya terpeleset, dan tertimpa kuda yang menyusul kereta, terguling ke sisi kanan.

Melihat kereta di depannya terguling, kusir kereta yang berada persis di belakangnya berusaha menghentikan laju. Tapi apa daya, keretanya tergelincir. Sepasang kuda penariknya berhasil menghindari kereta yang terguling, tapi arah kereta berbelok ke kanan dan badan keretanya menghantam kereta yang terguling. Begitu juga dengan kereta ketiga yang berada di belakangnya.

Orang-orang di dalam kereta berhamburan keluar. Di saat itulah benda-benda beterbangan dari kiri dan kanan jalan. Ada yang terkena timpukan benda keras. Ada pula yang terkena lemparan benda lunak. Tapi yang terkena lemparan benda lunak itu kemudian menjerit-jerit sambil berjingkrak-jingkrak. Mendadak saja tubuhnya digerayangi hewan-hewan kecil yang menggigit dan meninggalkan rasa panas.

Melihat situasi yang menguntungkan itu, Soso sudah hampir meneriakkan perintah untuk segera melakukan aksi lanjutan; merebut target dan melarikannya dengan segera. Tapi tiba-tiba dari arah jalan yang berlawanan, belasan kuda melesat melompati dua batang pohon yang melintang di tengah jalan itu. Para penunggangnya menghunus pedang yang teracung ke udara. Dengan gerakan yang terampil dan sangat cepat, mereka menyerang para penumpang kereta dengan pedang mereka. Beberapa penumpang kereta yang masih kaget dan tadi bergulat dengan senjata biologis yang dilemparkan pasukan Soso, segera melakukan perlawanan. Ada yang menggunakan pedang, ada pula yang mengambil senjata api yang disimpan di dalam kereta yang terguling. Sebuah letusan senjata api terdengar menggema. Suaranya memantul pada bukit-bukit yang sunyi. Seorang penunggang kuda terlempar dari atas kudanya dan jatuh menimpa tanah tanpa bergerak lagi. Tapi si penembak juga nasibnya tak lebih baik, sebilah pedang tertancap di dada kanannya.

Pasukan Soso kebingungan, sekaligus juga ketakutan melihat adegan yang tersaji di hadapan mereka. Para ‘penyerbu’ itu benar-benar mengejutkan. Yuri melirik pada Soso, “Apa yang harus kita lakukan?” bisiknya.

Soso menyuruh mereka tetap diam. Di jalanan, beberapa orang penumpang kereta sudah tergeletak, ada yang sudah tidak bergerak sama sekali. Sisanya masih mencoba melakukan perlawanan pada musuh yang tak diduganya itu. Tak, lama, sebuah kereta kuda datang. Terdengar suara tembakan beberapa kali. Beberapa orang penyerbu mengeluarkan orang-orang dari dalam kereta yang terguling. Saat dikeluarkan tangan orang-orang itu terikat ke belakang. Dengan cepat, orang-orang itu dibebaskan ikatannya dan dinaikkan ke atas kuda. Ada empat orang yang dinaikkan ke atas kuda itu. Mereka lalu dibawa lari ke arah utara, arah datangnya para penyerbu itu.

“Bapakku….” tiba-tiba si Gisa yang tadi bersembunyi tak jauh dari Soso melompat keluar dan berlari menuju jalan. Yuri yang berada di dekatnya tak berhasil menarik tangannya. Gisa berlari mengejar seorang lelaki yang tadi dinaikkan ke atas kuda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun