“Ya gitu, polisi masuk, kami ditahan, dan habis itu semua yang terlibat dikeluarin dari sekolah…” jawab Lado.
“Emang ada berapa orang?” tanya Soso.
“85 orang yang dikeluarin, nyaris seangkatan!” jawab Lado sambil tertawa, “Yang tertinggal cuma mereka yang bukan orang Georgia atau yang punya kerabat orang penting!”
Samar-samar Soso pernah mendengar cerita itu, termasuk dari ancaman-ancaman yang sering dilontarkan oleh para pengawas kalau ada siswa yang melanggar. Tapi ia nggak menyangka kalau salah satu biang keroknya adalah si Lado, teman sekampungnya itu.
“Terus kamu ke mana? Kok nggak keliatan di Gori?” tanya Soso lagi.
“Tahun berikutnya aku dikirim bapakku ke Kiev, disuruh nyoba masuk Seminari Kiev. Aku ikut ujian masuk di sana, dan keterima. Tapi itu juga nggak lama…” kata Lado, “Aku ketahuan kalau aku salah satu biang kerok kejadian di Tiflis. Tau sendiri lah, Tiflis, Kiev, dan Baku kan satu jaringan, pasti info apapun nyampe. Aku dikeluarin dari sana, malah pake ditahan polisi segala…”
“Kenapa bawa-bawa polisi lagi?” tanya Soso.
Lado tertawa, “Aku kan ikut gebukin Pak Serafim. Rupanya lima orang yang ikut mukulin dia masuk daftar hitam semua….”
“Terus, sekarang ngapain di Tiflis?” tanya Soso. Ia sebetulnya sudah merasa waktunya kembali ke sekolah karena sudah terlalu lama di situ, dan ia melihat beberapa orang siswa seminari sudah berjalan pulang.
“Udah waktunya kamu kembali ke sekolah tuh, sana balik, ntar dihajar pengawas lagi!” kata Lado yang tampaknya paham kegelisahan Soso. “Tenang aja, kita ketemu lagi besok di sini ya, akan kuajak kamu ketemu dengan teman-temanku!” kata Lado lagi.
“Janji ya…” kata Soso.