Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (5) Beasiswa PHP!

1 Desember 2020   09:09 Diperbarui: 16 Desember 2020   15:37 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
WPAP by Alip Yog Kunandar

Tapi ternyata, impiannya harus buyar. Ia memang mendapatkan beasiswa itu. Betul, jumlahnya juga lima rubel sebulan seperti yang didengarnya dari Romo Chark. Tapi itu hanya jadi potongan biaya sekolah dan asramanya, bukan dalam bentuk uang saku. Tak tega ia memaksakan Mak Keke pontang-panting mencari biaya penutupnya, meski mungkin Mak Keke tak keberatan dan kelihatannya akan melakukannya. Intinya, Soso sudah merelakan mimpinya bersekolah di situ; jadi sekolah --entah sekarang, tahun depan, atau tahun berikutnya---syukur, enggak juga ya sudah, mau apa lagi; paling ia balik lagi ke Gori, melanjutkan 'karir' sebagai pengajar baca-tulis, atau mungkin menyeriusi belajar gulat pada Pak Koba sambil sedikit-sedikit mencuri ilmu berdagangnya.

Soso tak berlama-lama memandangi gedung itu. Ia berjalan mengikuti jalan lurus di samping gedung seminari itu, tanpa tujuan jelas, sampai akhirnya ia berhenti di sebuah bangunan kecil dengan huruf rusia. Ia tak bisa membacanya. Tapi dari depan, ia bisa melihat banyak buku di dalam rak-raknya. Ia nekat masuk ke situ. Penjaganya, seorang lelaki setengah baya meliriknya dengan sedikit curiga, tapi membiarkan Soso melihat-lihat buku di situ. Banyak yang menarik perhatiannya, tapi, lagi-lagi, Soso harus terhenti, buku-buku di situ semuanya menggunakan huruf Rusia, sebagian lagi berhuruf Latin. Mana bisa dia membacanya. Ia mungkin menguasai sedikit kota kasa Rusia, tapi ia tak bisa membaca hurufnya. Apalagi yang berhuruf Latin itu, entah bahasa apa yang digunakannya.

"Kakuyu knigu ty ishchete?[6]" tanya lelaki itu dalam bahasa Rusia, setelah sekian lama Soso hanya mondar-mandir. Samar, meski tak pasti, Soso tahu kalau lelaki itu bertanya tentang buku yang dicarinya.

Soso hanya menggelengkan kepala.

"Ty russkiy?[7]" tanya lelaki itu lagi.

 Soso menggeleng.

 "Gruzin?"[8]

 Soso mengangguk.

 Lelaki itu hanya tersenyum, lalu menggedikkan bahu.

 Apa boleh buat. Soso mengerti, tak ada buku berbahasa atau setidaknya berhuruf Georgia di situ. Ia pun berniat untuk meninggalkan tempat itu, "Nanti lah, kalau aku sudah bisa berbahasa dan membaca huruf Rusia, aku akan ke sini lagi, itu juga kalau aku ke Tiflis lagi..." bathinnya.

 Tapi lelaki itu tiba-tiba melambaikan tangannya. Soso mendekat. Lelaki itu membungkuk ke bawah mejanya, dan mengambil sebuah buku kecil dan menyodorkannya pada Soso. Bukan sebuah buku hasil cetakan, melainkan buku catatan. Dengan bingung Soso membukanya; rupanya itu adalah catatan kosa kata Georgia dengan Rusia. Mungkin lelaki itu sedang belajar bahasa Georgia dan mencatat artinya dalam buku itu. Yaah, semacam kamus Georgia-Rusia yang tak beraturan. Masalahnya, Soso juga nggak bisa membaca sebaliknya, ia bisa membaca huruf Mkhedruli-nya, tapi kan gak bisa membaca huruf Rusia-nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun