Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (5) Beasiswa PHP!

1 Desember 2020   09:09 Diperbarui: 16 Desember 2020   15:37 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
WPAP by Alip Yog Kunandar

Dari luar saja sudah terlihat bahwa bangunan itu bertingkat tiga, terlihat dari tiga jendela kaca yang bertingkat di bagian kiri dan kanannya. Meski bagian depannya indah, tapi terlihat tidak simetris di bagian sampingnya. Bagian kiri lurus sejajar dengan bagian depan, sementara bagian kanannya menyerong keluar, jelas dibangun mengikuti dua lajur jalan yang mengapitnya, satu lurus dan satunya lagi serong. Di seberang gedung itu ada sebuah taman yang dikelilingi pagar seleher orang dewasa.

Bangunan itu memang megah. Kelak Soso akan mengetahui kalau bangunan itu dulunya adalah milik konglomerat juragan gula di Tiflis bernama Jacob Zubalasvili. Selesai dibangun tahun 1830 oleh seorang arsitek Swiss, Giuseppe Bernardazzi yang sengaja disewa Zubalasvili. Masuknya Rusia dan bangkrutnya usaha Jubalasvili menyebabkan bangunan itu sempat terbengkalai hingga akhirnya diambil alih oleh pihak Gereja Ortodox Rusia dan dijadikan seminari. Rupanya bagian gedung yang memanjang di kiri dan kanan hingga di belakangnya yang membentuk segitiga itu adalah bangunan baru setelah gereja menguasainya. Jadi bangunan aslinya sendiri hanya yang di bagian depan itu.[2] 

Saat Soso masih celingak-celinguk, terkagum-kagum dengan bangunan itu, Mak Keke mencari informasi dengan bertanya pada beberapa orang di situ. Tak lama kemudian, Mak Keke menarik tangan Soso dan membawa anak itu masuk ke dalam gedung. Seorang pria menemani mereka sambil berbicara pada Mak Keke dengan bahasa Rusia. Anehnya, Mak Keke tampak mengerti omongan itu. Sampai akhirnya mereka berdua dipersilakan masuk ke dalam sebuah ruangan di gedung bagian depan itu. 

Seorang lelaki berpakaian pendeta, berjenggot putih lebat menyambut mereka dan mempersilakan duduk. Soso berhenti celingak-celinguk ketika menyaksikan emaknya mengobrol dengan lelaki itu dengan menggunakan bahasa Rusia! Memang terbata-bata, tapi komunikasi mereka tampak lancer. Sementara Soso hanya bisa menangkap satu dua kata dan kesulitan menghubungkannya dalam sebuah makna.

Sampai pada akhirnya Mak Keke yang tampak menahan emosi, menarik tangan Soso lalu dengan gerakan tubuh yang tidak sehormat tadi, ia menyeret anaknya keluar dari ruangan itu. Soso berontak dan bertanya-tanya, tapi Mak Keke bungkam sampai mereka kembali ke kamar losmen.

"Kenapa sih Mak, saya digeret-geret kayak gini?" tanya Soso yang agak sedikit sebel. Itu pertanyaan penting yang ingin ia ajukan sejak tadi, selain pertanyaan berikutnya, darimana emaknya itu bisa berbahasa Rusia. Tapi pertanyaan kedua itu bisa ditundanya dulu.

"Ada yang membohongi kita..." jawab Mak Keke ketus.

"Siapa?" tanya Soso lagi.

"Nggak tau!" jawab Mak Keke pendek.

"Lah, gimana sih Mak..."

"Iya, aku nggak tau siapa yang bohong. Yang jelas, sekolahmu itu, beasiswa itu, tidak seperti yang dikatakan Romo Chark..." kata Mak Keke lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun