Mohon tunggu...
Aline Lintang
Aline Lintang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemilik

Hallo ! Aku Lintang, seorang pengusaha, pecinta fashion dan kuliner. Lagi sibuk banget nih mengurus Beanshop, tempat di mana kamu bisa belanja baju kece sambil ngopi santai. Aku percaya kalau hidup itu harus dinikmati, jadi aku bikin tempat ini biar kamu bisa nemuin semuanya di satu tempat. Yuk, mampir dan rasain vibe-nya sendiri!

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Cinta Tak Berbalas Part 1

28 September 2024   09:03 Diperbarui: 28 September 2024   09:07 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi : Freepik.com

**Chapter 1: Luka yang Belum Sembuh**

---

Arya merapikan dasinya, memeriksa penampilannya sekali lagi di cermin besar kantornya. Malam itu, ia diundang untuk menghadiri peluncuran buku terbaru seorang penulis terkenal, Maya Anggraini. Sebagai seorang manajer kreatif di sebuah agensi periklanan ternama, Arya sering kali diundang ke acara-acara sosial seperti ini. Namun, kali ini ada yang berbeda. Ia tertarik bukan karena nama besar Maya sebagai penulis, tetapi karena cerita-cerita yang ia dengar tentang wanita itu.

Maya adalah seorang penulis berbakat, dengan karya-karyanya yang selalu menyentuh hati dan penuh emosi. Ia dikenal sebagai sosok yang tertutup dan jarang muncul di publik. Arya merasa penasaran dengan wanita yang bisa menuangkan begitu banyak perasaan dalam tulisannya, namun selalu terlihat dingin dan tak terjangkau.

Ketika Arya tiba di venue acara, suasana sudah penuh dengan tamu undangan. Mata Arya langsung tertuju pada satu titik: seorang wanita bergaun sederhana berwarna biru laut yang tengah berdiri di samping meja buku, tersenyum tipis saat menyapa para tamu. Maya terlihat lebih cantik dari yang pernah Arya bayangkan. Wajahnya tenang, dengan sepasang mata yang menyimpan banyak cerita. Ia tampak begitu anggun dan berbeda dari wanita-wanita yang biasanya Arya temui.

Arya menghela napas, menguatkan hatinya sebelum mendekat. Ini bukan pertama kalinya Arya mencoba berkenalan dengan seorang wanita, tetapi Maya adalah sosok yang membuatnya merasa sedikit gugup.

"Selamat malam, Maya," sapa Arya dengan senyum hangat. "Saya Arya, senang akhirnya bisa bertemu langsung dengan Anda."

Maya menoleh, menatap Arya dengan pandangan yang sulit ditebak. "Selamat malam. Terima kasih sudah datang ke acara saya," jawabnya singkat. Senyumnya masih terpajang, namun ada jarak yang jelas di sana.

"Saya sangat menyukai karya-karya Anda," lanjut Arya, berusaha memulai percakapan. "Buku Anda yang terbaru ini benar-benar menyentuh, terutama bagian tentang mencari diri sendiri."

Maya mengangguk pelan. "Terima kasih. Saya senang Anda menikmatinya."

Arya mencoba mencari topik lain untuk dibicarakan, tetapi setiap usahanya tampak seperti menabrak tembok tak terlihat. Maya selalu menjawab dengan sopan, tetapi tak pernah membiarkan percakapan berkembang lebih jauh. Setelah beberapa menit yang terasa sangat canggung, Maya berpamitan untuk menyapa tamu lainnya, meninggalkan Arya dengan perasaan campur aduk.

---

Selama beberapa minggu setelah acara itu, Arya tak bisa menghilangkan Maya dari pikirannya. Ia mencoba mencari tahu lebih banyak tentang wanita itu, dan tanpa sengaja bertemu dengan Dinda, sahabat dekat Maya, di sebuah acara networking.

"Kamu kelihatan penasaran banget sama Maya," komentar Dinda dengan senyum menggoda saat Arya tak sengaja menanyakan tentang Maya untuk kesekian kalinya.

Arya tertawa kecil. "Aku penasaran, iya. Dia terlihat begitu berbeda. Seperti punya tembok besar di sekelilingnya."

Dinda menghela napas panjang. "Itu karena dia memang punya tembok besar di sekelilingnya. Maya pernah terluka sangat dalam, Arya. Tunangannya berselingkuh tepat sebelum pernikahan mereka. Sejak itu, dia memutuskan untuk menutup diri dari semua pria."

Mendengar cerita itu, Arya terdiam. Ia bisa merasakan betapa sakitnya pengkhianatan itu, dan sekarang ia mengerti mengapa Maya begitu menjaga jarak.

"Dinda, aku tidak ingin memaksa Maya atau membuatnya tidak nyaman," kata Arya serius. "Aku hanya ingin mengenalnya lebih baik. Apa menurutmu dia akan memberiku kesempatan?"

Dinda menatap Arya sejenak sebelum tersenyum tipis. "Maya adalah orang yang sangat berhati-hati sekarang. Tapi aku bisa melihat kamu berbeda, Arya. Kalau kamu benar-benar ingin mencoba, tunjukkan kesungguhanmu. Tapi jangan berharap hasil yang cepat. Maya membutuhkan waktu."

---

Arya mulai merencanakan pendekatannya dengan hati-hati. Ia tahu bahwa satu-satunya cara untuk mendekati Maya adalah dengan sabar dan tulus. Arya mulai menghadiri acara-acara yang ia tahu Maya akan datang. Ia juga mulai mengirimkan pesan-pesan singkat untuk Maya, berisi ulasan dan pemikiran tentang karya-karya Maya. Bukan sekadar pujian kosong, tetapi refleksi yang mendalam tentang makna di balik cerita-cerita Maya.

Namun, Maya tetap menjaga jarak. Setiap kali Arya mencoba mengajak Maya untuk bertemu di luar acara-acara sosial, wanita itu selalu memiliki alasan untuk menolak. Arya tidak menyerah. Ia merasa bahwa di balik tembok dingin itu, ada seseorang yang terluka dan takut untuk terluka lagi.

Suatu sore, saat Arya sedang di kafe favoritnya, ia melihat Maya sedang duduk sendirian di sudut ruangan, membaca buku. Ini adalah pertama kalinya Arya melihat Maya di luar konteks acara formal. Tanpa berpikir panjang, Arya menghampiri meja Maya.

"Hai, Maya. Boleh aku duduk di sini?" tanya Arya dengan hati-hati.

Maya mendongak dan sedikit terkejut melihat Arya. "Arya? Apa yang kamu lakukan di sini?"

"Aku sering datang ke sini. Ini kafe favoritku," jawab Arya dengan senyum tulus. "Aku tidak bermaksud mengganggu. Kalau kamu ingin sendiri, aku bisa pergi."

Maya menatap Arya sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Tidak apa-apa. Duduk saja."

Percakapan mereka dimulai dengan canggung, membahas buku yang sedang dibaca Maya. Namun, perlahan-lahan, Maya mulai terlihat lebih rileks. Mereka berbicara tentang buku, film, dan hobi. Arya merasa ini adalah pertama kalinya Maya membuka diri, meski hanya sedikit.

"Kenapa kamu begitu tertarik padaku, Arya?" tanya Maya tiba-tiba, suaranya penuh kewaspadaan.

Pertanyaan itu membuat Arya terdiam sejenak. "Karena kamu adalah kamu, Maya. Kamu berbeda. Kamu cerdas, berbakat, dan... ada sesuatu dalam dirimu yang membuatku ingin mengenalmu lebih jauh. Aku tahu kamu pernah terluka, dan aku tidak ingin membuatmu merasa tertekan. Aku hanya ingin menjadi temanmu."

Maya tersenyum tipis, tetapi matanya masih menyimpan kehati-hatian. "Aku tidak mudah percaya pada orang lain, Arya. Banyak yang datang hanya untuk memanfaatkanku atau mencari sesuatu dariku. Aku tidak ingin melalui itu lagi."

Arya mengangguk. "Aku mengerti. Aku tidak akan memaksa. Tapi aku akan ada di sini, kalau-kalau kamu butuh seseorang untuk diajak bicara."

Setelah pertemuan itu, Maya mulai sedikit lebih sering membalas pesan Arya. Mereka tidak sering bertemu, tetapi percakapan mereka menjadi lebih hangat dan mendalam. Arya merasakan bahwa Maya mulai percaya padanya, meski sangat perlahan.

---

Satu malam, Maya mengirimkan pesan pada Arya. Hanya satu kata: *Terima kasih.* Arya tersenyum, tahu bahwa usahanya sedikit demi sedikit mulai membuahkan hasil.

Namun, jalan Arya masih panjang. Maya tetap menolak setiap ajakan Arya untuk bertemu secara personal. Meski mereka mulai saling berbagi cerita melalui pesan, Maya masih menutup pintu emosionalnya rapat-rapat. Arya tahu bahwa ia harus sabar, dan ia bersedia menunggu.

Pada akhirnya, Arya menyadari bahwa untuk mendekati Maya, ia harus menunjukkan kesungguhan hatinya dan kesabaran yang tiada batas. Meski Maya menolak, Arya bertekad untuk menunjukkan bahwa ia berbeda dari pria-pria lain dan tidak akan menyakiti hati Maya.

Arya tahu bahwa cinta sejati membutuhkan waktu, dan ia siap untuk menunggu selama yang dibutuhkan. Baginya, Maya adalah seseorang yang layak diperjuangkan, dan ia tidak akan menyerah begitu saja.

**End of Chapter 1**

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun