**Chapter 1: Luka yang Belum Sembuh**
---
Arya merapikan dasinya, memeriksa penampilannya sekali lagi di cermin besar kantornya. Malam itu, ia diundang untuk menghadiri peluncuran buku terbaru seorang penulis terkenal, Maya Anggraini. Sebagai seorang manajer kreatif di sebuah agensi periklanan ternama, Arya sering kali diundang ke acara-acara sosial seperti ini. Namun, kali ini ada yang berbeda. Ia tertarik bukan karena nama besar Maya sebagai penulis, tetapi karena cerita-cerita yang ia dengar tentang wanita itu.
Maya adalah seorang penulis berbakat, dengan karya-karyanya yang selalu menyentuh hati dan penuh emosi. Ia dikenal sebagai sosok yang tertutup dan jarang muncul di publik. Arya merasa penasaran dengan wanita yang bisa menuangkan begitu banyak perasaan dalam tulisannya, namun selalu terlihat dingin dan tak terjangkau.
Ketika Arya tiba di venue acara, suasana sudah penuh dengan tamu undangan. Mata Arya langsung tertuju pada satu titik: seorang wanita bergaun sederhana berwarna biru laut yang tengah berdiri di samping meja buku, tersenyum tipis saat menyapa para tamu. Maya terlihat lebih cantik dari yang pernah Arya bayangkan. Wajahnya tenang, dengan sepasang mata yang menyimpan banyak cerita. Ia tampak begitu anggun dan berbeda dari wanita-wanita yang biasanya Arya temui.
Arya menghela napas, menguatkan hatinya sebelum mendekat. Ini bukan pertama kalinya Arya mencoba berkenalan dengan seorang wanita, tetapi Maya adalah sosok yang membuatnya merasa sedikit gugup.
"Selamat malam, Maya," sapa Arya dengan senyum hangat. "Saya Arya, senang akhirnya bisa bertemu langsung dengan Anda."
Maya menoleh, menatap Arya dengan pandangan yang sulit ditebak. "Selamat malam. Terima kasih sudah datang ke acara saya," jawabnya singkat. Senyumnya masih terpajang, namun ada jarak yang jelas di sana.
"Saya sangat menyukai karya-karya Anda," lanjut Arya, berusaha memulai percakapan. "Buku Anda yang terbaru ini benar-benar menyentuh, terutama bagian tentang mencari diri sendiri."
Maya mengangguk pelan. "Terima kasih. Saya senang Anda menikmatinya."
Arya mencoba mencari topik lain untuk dibicarakan, tetapi setiap usahanya tampak seperti menabrak tembok tak terlihat. Maya selalu menjawab dengan sopan, tetapi tak pernah membiarkan percakapan berkembang lebih jauh. Setelah beberapa menit yang terasa sangat canggung, Maya berpamitan untuk menyapa tamu lainnya, meninggalkan Arya dengan perasaan campur aduk.