Suatu sore, saat Arya sedang di kafe favoritnya, ia melihat Maya sedang duduk sendirian di sudut ruangan, membaca buku. Ini adalah pertama kalinya Arya melihat Maya di luar konteks acara formal. Tanpa berpikir panjang, Arya menghampiri meja Maya.
"Hai, Maya. Boleh aku duduk di sini?" tanya Arya dengan hati-hati.
Maya mendongak dan sedikit terkejut melihat Arya. "Arya? Apa yang kamu lakukan di sini?"
"Aku sering datang ke sini. Ini kafe favoritku," jawab Arya dengan senyum tulus. "Aku tidak bermaksud mengganggu. Kalau kamu ingin sendiri, aku bisa pergi."
Maya menatap Arya sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Tidak apa-apa. Duduk saja."
Percakapan mereka dimulai dengan canggung, membahas buku yang sedang dibaca Maya. Namun, perlahan-lahan, Maya mulai terlihat lebih rileks. Mereka berbicara tentang buku, film, dan hobi. Arya merasa ini adalah pertama kalinya Maya membuka diri, meski hanya sedikit.
"Kenapa kamu begitu tertarik padaku, Arya?" tanya Maya tiba-tiba, suaranya penuh kewaspadaan.
Pertanyaan itu membuat Arya terdiam sejenak. "Karena kamu adalah kamu, Maya. Kamu berbeda. Kamu cerdas, berbakat, dan... ada sesuatu dalam dirimu yang membuatku ingin mengenalmu lebih jauh. Aku tahu kamu pernah terluka, dan aku tidak ingin membuatmu merasa tertekan. Aku hanya ingin menjadi temanmu."
Maya tersenyum tipis, tetapi matanya masih menyimpan kehati-hatian. "Aku tidak mudah percaya pada orang lain, Arya. Banyak yang datang hanya untuk memanfaatkanku atau mencari sesuatu dariku. Aku tidak ingin melalui itu lagi."
Arya mengangguk. "Aku mengerti. Aku tidak akan memaksa. Tapi aku akan ada di sini, kalau-kalau kamu butuh seseorang untuk diajak bicara."
Setelah pertemuan itu, Maya mulai sedikit lebih sering membalas pesan Arya. Mereka tidak sering bertemu, tetapi percakapan mereka menjadi lebih hangat dan mendalam. Arya merasakan bahwa Maya mulai percaya padanya, meski sangat perlahan.