"Oh, anak manis." Perempuan yang tak dapat dilihat Karin itu kemudian mengelus-elus kepala Karin. "Karin masih sekolah? Umurmu berapa, Sayang? Kalau Karin Ibu bawa ke rumah Ibu, Karin bersedia tidak?"
Karin sempat melongo sejenak. Kemudian mengangguk. "Maksud Tante, Tante mau mengadopsi Karin sebagai anak? Begitu?" Mata Karin mulai berkaca-kaca.
Perempuan yang dipanggil tante oleh Karin itu hanya mengangguk. Sayang, Karin tak dapat melihatnya. Dan Tante itu pun mulai menyadarinya. "Karin tak bisa lihat Ibu, ya?"
Karin hanya mengangguk lemah. Bayangan kegagalan untuk diadopsi kembali berkelebat. Tapi Karin mencoba tersenyum. Diterapkannya apa yang diucapkan oleh Kenzo di ruang makan tadi. "Bila ingin dicintai, maka ungkapkanlah! Jangan hanya memendamnya di dalam hati dan menutupinya dengan wajah murung menyebalkan."
"Oke. Karin tunggu di sini dulu, ya. Ibu mau berbicara sebentar dengan Bunda Heni."
Perempuan bersuara lembut yang dipanggil tante oleh Karin itu pun meninggalkannya dan bergegas menuju ke ruangan kerja Bunda Heni--pemilik Panti Asuhan "Kasih Bunda" ini. Kini, tinggallah Karin seorang diri di sudut ruang utama seperti biasanya.
Dengan biola di tangannya, gadis berambut ikal sepundak itu mulai menggesekkan biolanya dan memainkan lagu kesayangannya.
As I was slowly passing, an orphan’s home one day
And stopped there for a moment, just to watch the children play
Alone a boy was standing, and when I asked him why
He turned with eyes that could not see and he began to cry...