Karin tertegun. "Lalu apa?"
"Karena kau selalu murung dan tak pernah tersenyum. Kau ingin diadopsi oleh salah satu dari mereka. Kau ingin dicintai. Tapi kau tak pernah mengungkapkan perasaanmu itu. Kau hanya memendamnya dalam hati dan selalu menampakkan wajah murung menyebalkanmu itu." Kenzo terpaksa berterus terang seperti itu, karena ia hanya ingin melihat Karin bahagia.
"Jadi... jadi selama ini, wajahku begitu menyebalkan?" Karin tampak tersinggung.
"Iya. Bahkan bukan hanya kepadaku saja kautampakkan wajah murung menyebalkanmu itu, tapi ke setiap orang. Jadi menurutku wajar saja, kalau mereka tak pernah tertarik untuk mengadopsimu, hai Gadis Berwajah Murung Menyebalkan!"
"Cukup, Kenzo! Kau... kau begitu kurang ajar sekali." Amarah Karin memuncak. Diturunkannya Kenzo cepat dan ia bersiap hendak meninggalkan kucing malang itu sendirian di ruang makan.
"Pergilah ke ruang utama dan buktikan kata-kataku itu!" Kenzo berteriak lantang dan tertatih berlari meninggalkan Karin seorang diri.
"Apa benar yang dikatakan Kenzo itu?"Â batin Karin berbisik. Perlahan, ia pun keluar dari ruang makan dan berjalan menuju ke ruang utama panti.
***
Di ruang utama yang tengah dipadati oleh anak-anak penghuni panti beserta para calon orangtua asuh, Karin tampak bingung sendiri. Hatinya sempat bimbang, bahkan ia bermaksud untuk kembali ke ruang makan saja. Tapi saat ia bersiap hendak berbalik arah, terdengar suara seseorang menyapanya.
"Hallo... nama kamu siapa gadis manis?"
Karin tertegun sejenak. Kemudian katanya, "Nama saya Karin, Tante." Karin mencari tangan kanan perempuan yang berdiri di hadapannya dan mencium punggung tangan perempuan itu.