Kembali teriakan Oma Bernie terdengar dari luar kamar. Girianto pun kesal. Aaarrrgh...! Lihatlah, ia sampai menggebrak kasurnya sendiri.
Kapan, sih, Winda itu bisa mandiri? Dan nggak selalu bergantung padaku?
Sambil mengomel sendiri, akhirnya pemuda itu pun turun dari tempat tidur dan mulai bersiap diri untuk menjemput adiknya.
Dan saat pintu kamar Giri terbuka...
"Nah, begitulah kau. Sudah sana, cepat kau jemput adikmu. Kasihan dia kalau harus menunggumu lama."
"Iya, Oma. Giri pergi dulu."
Setelah mencium tangan keriput Sang Oma, Girianto pun keluar rumah. Segera distaternya motor bebek merah milik ayahnya - yang kini tengah bertugas ke Kupang dengan didampingi ibu - kemudian melaju menembus keramaian kota Jakarta pada sore hari.
***
"Huh! Mas Giri mana, sih? Jam segini belum datang juga?" gerutu seorang gadis mungil berkuncir kuda yang sejak seperempat jam lalu tampak mondar-mandir di ruang resepsionis sanggar tari tradisional Cempaka.
Seorang gadis lain - nama gadis itu Kristi - yang sedang asyik duduk di ruangan itu sambil membuka-buka halaman sebuah majalah remaja hanya menatap Gadis Mungil Berkuncir Kuda itu dengan pandangan bertanya. "Emang belum dijemput, ya, Winda?"
Yang disapa hanya menggelengkan kepalanya.