Meskipun Islam diterima secara resmi, unsur-unsur tradisi pra-Islam, seperti kepercayaan pada regalia dan peran penting para bissu (imam transvestit dalam kepercayaan lokal), tetap bertahan. Para bissu bertanggung jawab atas ritual keagamaan lokal dan dianggap sakral. Kehadiran mereka sempat menimbulkan konflik dengan ajaran Islam (Pelras, C. 1985).
Peran Kerajaan Gowa dan Tallo' dalam Penyebaran Islam
Sebagai kerajaan terkuat di Sulawesi Selatan, Gowa dan Tallo' memiliki peran penting dalam penyebaran Islam ke seluruh wilayah. Wajo (1610) dan akhirnya Bone, kerajaan Bugis terbesar dan terkuat, diislamkan dan ditundukkan secara politik. Selain Buton, tradisi lisan yang berkembang di Makassar, Sulawesi Selatan juga menarik untuk dicatat. Seperti yang dijelaskan dalam banyak historiografi tradisional, termasuk lontara' patturioloanga ri Tugowaya, Raja Tallo yang juga menjabat sebagai Mangkubumi Kerajaan Gowa, I Mallingkaang Daeng Mannyonri, diislamkan melalui pengucapan syahadat oleh seorang Minangkabau, Abdul Makmur Khatib Tunggal, yang kemudian diberi gelar Dato' ri Bandang, setelah ia menetap di Ujung Kampung Pamatang pada pertengahan abad ke-16. Setelah keduanya memeluk Islam, pengaruh mereka membantu mempercepat islamisasi kerajaan-kerajaan lain. Selain itu, ekspansi militer yang dipimpin oleh Sultan Abdullah juga menjadi faktor utama dalam penyebaran Islam secara cepat di seluruh Sulawesi Selatan.
Pengaruh Ekonomi dan Politik dalam Penyebaran Islam
Sama seperti Banten di Jawa dan Aceh di Sumatra, kedua kerajaan ini mengalami perkembangan pesat setelah terlibat dalam perdagangan maritim internasional, terutama setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis. Dengan kekayaan sumber daya alam berupa rempah-rempah, kedua kerajaan ini dengan cepat menguasai jalur perdagangan di kawasan timur Nusantara, yang akhirnya membawa mereka berhadapan dengan kepentingan Portugis dan Belanda di Maluku. Proses konversi Gowa-Tallo ke Islam, sekitar tahun 1602 hingga 1607, berlangsung bersamaan dengan perubahan peran para pedagang Muslim yang awalnya hanya sebagai komunitas keagamaan menjadi kekuatan sosial dan politik yang juga berperan sebagai agen penyebaran Islam di kerajaan tersebut.Â
Puncak proses ini terjadi ketika Gowa-Tallo menerima tiga ulama dari wilayah Melayu---kemungkinan dari Kerajaan Aceh---yang bertugas mengislamkan penguasa kerajaan. Berbeda dengan Aceh yang sejak awal tumbuh bersamaan dengan Islamisasi, di Gowa-Tallo, perpindahan agama raja menjadi titik penting yang memicu peralihan kerajaan menjadi Islam, didorong oleh pengaruh pedagang Muslim yang semakin kuat secara politik. Sekitar dua tahun setelah Sultan Alauddin masuk Islam pada 1607, kerajaan Gowa-Tallo secara resmi mengadopsi Islam sebagai agama dan ideologi negara. Dalam proses tersebut, penguasa Gowa-Tallo juga melakukan ekspansi wilayah dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan lain di Sulawesi, didorong oleh kebutuhan ekonomi untuk mendapatkan komoditas yang diminati oleh pedagang internasional. Pada akhirnya, Gowa-Tallo berhasil menjadi kerajaan Islam terkemuka di timur Nusantara dengan menguasai sumber ekonomi dari berbagai wilayah di Sulawesi.