b. Penafsiran Ulama Tafsir Terdahulu
Musdah juga mengacu pada hasil interpretasi para ulama Tafsir sebelumnya yang memperkuat pandangannya. Ia mengutip penafsiran dari Ibnu Jarir At-abari terhadap Surah al-A'rf (7) ayat 80-81, Hanya At-abari, mufassir klasik, yang menjadi sumber utama yang dijadikan acuan oleh Musdah dalam menafsirkan mengenai homoseksualitas dalam kisah kaum Nabi Luth.
c. Pandangan dari para cendekiawan hukum Islam (fuqaha) serta data-data Sejarah
Dalam penafsiran hukuman terkait homoseksual, Musdah mengambil pandangan Imam asy-Syafi'i [16] hanya imam ini yang mewakili ulama mazhab yang fatwanya dijadikan acuan oleh Musdah dalam membahas isu homoseksual. Ini karena, menurut risetnya, Musdah tidak menemukan banyak pandangan ulama yang relevan dengan topik ini.
Sementara itu, dalam konteks fakta sejarah terkait penafsirannya tentang hukuman atas perilaku homoseksual, Musdah menyebut kejadian eksekusi terhadap pelaku homoseksual pada periode kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab. baginya, langkah-langkah yang diambil oleh dua orang khalifah itu merupakan hasil dari proses ijtihad (penalaran) semata, tidak memiliki dasar yang tegas dari Alquran atau hadis, sehingga tetap bisa beradaptasi mengikuti perkembangan arah panduan sosial masyarakat.
d. Rasio/akal
Musdah dalam penafsirannya mengakui peran penting akal untuk mengonfirmasi isi ayat Alquran. Menurutnya, akal memiliki peran signifikan. Proses pemahaman terhadap ayat-ayat Alquran memerlukan kritik yang cermat, diikuti dengan analisis hubungannya dengan ayat lain yang terkait dalam suatu tema, seperti pendekatan tafsir mauu'i. Tujuannya adalah untuk meraih makna keseluruhan dari ayat tersebut, karena pemahaman yang komprehensif tentang sebuah ayat memerlukan pemahaman yang luas terhadap konteksnya.Â
Oleh karena itu, kesimpulan tidak boleh diambil hanya dari satu ayat saja, terutama jika hanya sebagian kecil dari ayat tersebut. Musdah menekankan pentingnya untuk menyatukan dan membandingkan semua ayat dengan situasi sosial dan juga politik pada saat diturunkan, serta mempertimbangkan kedalaman pengetahuan, kemajuan sosial dan peradaban manusia. Ia juga menekankan perlunya mengkaji ayat-ayat tersebut dalam konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Musdah menggarisbawahi bahwasanya pemahaman yang tepat terhadap makna ayat-ayat Alquran seringkali memerlukan kontribusi dari akal untuk dapat diinterpretasikan dengan baik.
e. Pengalaman (Empiris)
Musdah menggunakan pengalamannya sendiri sebagai dasar pengamatan empiris untuk mendukung argumennya. Dia menunjukkan bahwa sumber-sumber pengalaman konkret ini mendukung setiap sudut pandang yang dia kemukakan. Sebagai contoh, ketika dia mengevaluasi pandangan masyarakat di Indonesia terhadap kelompok homoseksual, dia mengkritik asumsi umum bahwa semua orang dalam kelompok ini secara otomatis terlibat dalam praktik sodomi. Musdah, berdasarkan pengalamannya, menemukan bahwa banyak dari mereka menolak sodomi dan menganggapnya sebagai bentuk kekerasan seksual.[17] Selain itu, dia juga memenuhi undangan pernikahan pasangan homoseks yang dilaksanakan oleh seorang ulama terkemuka, Imam Hendrik Muhsin, di Cape Town pada tahun 2011. Imam Hendrik, yang merupakan anggota organisasi gay, menunjukkan bahwa tidak semua individu dalam komunitas ini mengamalkan praktik sodomi.
f. IPTEK