80. Dan (kami juga telah mengutus) Lut (kepada kaumnya). (ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?"Â
81. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampauiÂ
Musdah Mulia menggunakan interpretasi yang disampaikan oleh Imam Ibnu Jarir at-abari untuk mengungkapkan makna dari perkataan Nabi Luth kepada kaumnya sebagaimana berikut:
"Kalian telah melakukan hubungan seks secara keji dengan laki-laki melalui anus mereka dan bukannya dengan perempuan sebagaimana yang dihalalkan Allah."Â
Musdah Mulia menjelaskan bahwa menurut interpretasi Imam Ibnu Jarir at-abari, istilah "liw" atau "lui" merujuk pada perbuatan sodomi. Dengan demikian, dipahami bahwa liw bukanlah homoseksualitas. Homoseksualitas adalah orientasi seksual yang mengarah pada ketertarikan kepada individu sejenis, sedangkan liw (sodomi) adalah perilaku seksual yang melibatkan penetrasi ke anus bukan ke vagina.
Musdah juga mengulas tentang hukum terkait perilaku seksual homoseksual. Ada perbedaan pandangan di antara para ahli fikih pada periode klasik. Melalui penelitiannya, Musdah menyimpulkan bahwa sedikit ulama yang mengungkapkan pandangan khusus mengenai masalah ini, dan hanya Imam asy-Syafi'i yang menegaskan bahwa sanksi hanya diberlakukan untuk perilaku homoseksual yang terbuka di ruang publik.[10]
Fakta sejarah tidak mencatat adanya eksekusi terhadap pelaku penyimpangan seksual saat zaman Rasulullah Saw. Namun, catatan sejarah menyebutkan bahwa pada masa Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq, pasangan homoseksual pertama kali dihukum mati. Selanjutnya, pada periode kekhalifahan Umar bin Khattab, ada instruksi untuk membakar pasangan homoseksual dalam keadaan masih hidup, namun tindakan tersebut menuai kritik yang kuat sehingga hukuman dibalik menjadi rajam. Musdah menyampaikan bahwa hukuman tersebut tidak didasarkan pada Alquran atau hadis, melainkan hanyalah hasil ijtihad yang bisa berubah seiring perkembangan masyarakat.
Kaum Nabi Luth memiliki ketertarikan pada kedua jenis kelamin (biseksual)
Musdah menyimpulkan bahwa Kaum Nabi Luth memiliki ketertarikan pada kedua jenis kelamin (biseksual). berdasarkan interpretasinya terhadap sebuah ayat Alquran yang menggambarkan kelakuan kaum tersebut. Ayat tersebut menunjukkan bahwa lelaki dari kaum Nabi Luth telah meninggalkan istri-istri mereka dan kemudian mendatangi tamu Luth untuk melakukan perbuatan keji dan tercela. Ini tercantum dalam QS. asy-Syu'ar' (26): 165-166. Â Menurut Musdah, perubahan arah orientasi seksual kaum tersebut ditunjukkan saat mereka meninggalkan hubungan sebelumnya dengan istri mereka untuk kemudian terlibat dalam hubungan seksual yang keji dan tercela dengan sesama jenis. Ini menurutnya mengindikasikan adanya biseksualitas, menandakan bahwa perilaku seksual tersebut mengandung kekerasan serta eksploitasi terhadap jenis kelamin yang sama.
Perbuatan tercela yang dilakukan oleh Kaum Nabi Luth tidak hanya berasal dari golongan homoseksual
Alquran menyebutkan, ada beberapa istilah yang merujuk pada perbuatan tercela terkait cerita kaum Nabi Luth, yaitu al-fisyah, as-sayyit, al-khab'ith, dan al-munkar. Musdah Mulia menekankan bahwa empat istilah ini hanya muncul dalam empat surat Alquran berbeda, dengan spesifikasi tertentu dalam setiap ayat, yaitu: al-fisyah (QS. al-A'rf/7: 80), as-sayyit (QS. Hd/1: 78), al-khab'ith (QS. al-Anbiy'/21: 74), dan al-munkar (QS. al-'Ankabt [29]: 29).[11]