Kami pun menuju mushola dan beristirahat di sana. Hampir mendekati waktu Ashar, aku membangunkan Ridwan karena adzan berkumandang. Dari sebuah rumah dekat mushola, seorang pria yang tampaknya adalah imam mushola mendekati kami.
"Assalamu'alaikum, dari mana asal kalian?" tanya sang imam.
"Wa'alaikumussalam. Kami dari jurnalis, Pak. Sedang meliput acara petik laut," jawabku.
Setelah shalat berjamaah, kami melanjutkan obrolan. Imam mushola tertarik dengan latar belakang pekerjaan kami sebagai jurnalis. Tapi entah bagaimana, pembicaraan beralih ke topik batu akik yang dikenakan Ridwan.
"Mas, cincin batu akiknya bagus-bagus. Bisa cerita sedikit tentang batu-batu itu?" tanya sang imam dengan mata berbinar.
"Oh, tentu Pak. Yang ini batu bacan, ini giok Aceh, dan dua lagi ini akik merah delima dan safir biru," jawab Om Ridwan sambil menunjukkan cincinnya satu per satu.
"Tunggu dulu, jangan-jangan Mas Ridwan ini kalau lagi main kartu pake cincin-cincin ini juga, biar menang terus," gurau imam sambil tertawa.
Om Ridwan tertawa dan menjawab, "Wah, kalau itu Pak, nanti saya malah dituduh pakai jimat!"
Tak lama kemudian, imam mushola mengajak kami ke rumahnya untuk berbincang lebih lanjut tentang batu akik. Di rumahnya, dalam suasana hangat dan ramah.Â
"Jadi, Mas Ridwan ini kolektor batu akik ya?" tanya imam dengan antusias.
"Iya, Pak. Saya suka mengoleksi batu akik dari berbagai daerah. Setiap batu punya cerita dan energi tersendiri," jawab Ridwan.