"Raka,"  gumamku lirih sembari berjalan mendekatinya. Entah kenapa aku merasa begitu bahagia melihat Raka, wajahnya begitu berseri-seri seperti ada cahaya tipis yang menyelimuti.
      "Kak Dila terimakasih, kaka sudah banyak membantu Raka, sekarang Raka sudah bisa pergi dengan tenang kak."
      "Raka, kamu ngomong apa sih dek, kakak tuh sangat sayang sama kamu dek, tolong jangan tinggalin kakak lagi ya dek.
      "Raka juga sayang sama kak Dila, Raka pamit ya kak jaga diri kakak baik-baik,"  ucap anak itu sebelum berbalik dan melangkah pergi, aku bermaksud ingin mengejarnya tapi rasanya ada suatu penghalang yang tak terlihat menghadang lajuku. Bayangan Raka semakin memudar dan menghilang, aku terus berusaha mengejar dan memanggilnya.
      "Rakaaaa..!" teriakku sekeras-kerasnya memanggil nama Raka tapi lagi-lagi aku mendapati tubuhku di atas tempat tidur, dan di sekelilingku ternyata telah ramai oleh warga dan yang paling mengejudkan lagi jasad Raka sudah dimandikan dan siap untuk segera dimakamkan.
      Aku sudah tak bisa lagi berbuat apa-apa kecuali duduk lemas sembari memegang kantong plastik merah yang selalu dibawa Raka. Aku terkejut ketika melihat isi dari kantong kresek itu. Selain buku iqro, serta selembar kain kumal dan juga peci lusuh tidak kutemukan apapun.
     Menurut cerita Pak Hartono dan warga setempat, Raka hilang sekitar lima hari yang lalu saat hujan gerimis, dia bilang ingin belajar ngaji di kampung sebelah dan sejak saat itu dia tidak pernah kelihatan lagi. Raka adalah anak yatim piatu yang sering bantu-bantu di Rumah Pak Hartono.
      Dia dikenal sebagai anak yang rajin dan ulet dalam segala hal, sehingga ia disukai banyak orang, sebenarnya sejak ia menghilang warga sudah ada yang pernah mencarinya tapi tidak pernah ketemu.
      Setelah mendengar cerita dari pak Hartono dan warga aku menjadi sedikit mengerti kenapa orang-orang selalu memandangku dengan tatapan aneh ketika aku sedang berjalan dan bercanda dengan Raka. Itu karena mereka tak bisa melihat Raka, mungkin yang mereka lihat, aku sedang berbicara sendiri layaknya orang gila.
      Raka sengaja datang menemuiku tidak lain adalah agar aku bisa menemukan jasatnya agar bisa di kuburkan dengan layak. Raka terima kasih meski pertemuan kita begitu singkat tapi kamu sudah banyak memberikan aku pelajaran yang berharga.
      Satu yang ingin aku contoh darimu adalah tekadmu dalam belajar agama bahkan sampai hari terakhirmu pun, engkau ingin belajar mengaji tak perduli biar dalam keadaan apapun. Selamat jalan Raka doaku kan selalu mengiringi langkahmu menuju pada keabadian bersama pemilik jiwamu.