"Rakaaa, dimana kamu dek, lihatlah dek, kakak sudah bawakan sajadah untukmu dek.! Teriakku sembari celingukan kesana kemari mencari keberadaan Raka. Hujan sudah mulai mereda, aku terus berjalan mengelilingi Danau sbari terus celingukan kesana kemari sembari terus berteriak memangil nama Raka.
    Aku berhenti sejenak ketika mataku menangkap sebuah benda yang sangat aku kenal, yah benar kantong kresek marah yang selalu dibawa Raka kemanapun dia pergi. Jantungku berdetak kencang dan mulai mendekati kantong kresek itu, entah kenapa seketika pikiranku sangat kacau.
Dengan sangat berhati-hati aku mendekatinya dan mencoba mengambil kantong kresek itu dengan menggunakan galah. Dan betapa terkejutnya aku ketika kulihat tangan mungil yang sangat kukenali. Tubuhku mendadak gemetar, jantungku berdetak kencang dan air mataku pun tak bisa tertahan lagi.
      "Raka..,"  gumamku dan tanpa berpikir panjang aku langsung menyeburkan diri kedalam Danau dan merengkuh tubuh kecil itu, aku menangis sejadi-jadinya sembari memeluk tubuh mungil yang sudah tak bernyawa lagi.
       Hatiku sangat remuk saat itu, biarpun aku baru mengenalnya lima hari yang lalu tapi aku merasa seperti sudah begitu dekat dengannya. Tulang-tulang seperti copot satu persatu, dengan bersusah payah aku segera membopong tubuh Raka sampai kepinggir. Ku peluk tubuh mungil itu dengan erat, seakan tak ingin melepaskannya.
       "Raka banguun, apa yang sudah terjadi dek kenapa sampai begini, lihatlah dek kak Dila bawakan kamu baju dan sajadah ayo bangun dek, jangan tinggalin kak Dila dek banguun,"  ratapku sembari terus memeluk dan mengusap wajahnya.
        "Tolooooong... Toloooong.!"  Teriakku meminta pertolongan tapi karena tempat itu sedikit jauh dari perkampungan warga, ditambah lagi hujan yang belum reda sehingga suaraku tak sampai pada mereka.
        Tanpa berpikir panjang aku segera membopong jasat Raka menuju Kampung Bulak untuk meminta pertolongan. Aku sudah tak perduli lagi dengan keadaanku yang sudah semrawut tidak karuan bahkan mungkin seandainya pun ada yang melihatku mereka pasti akan menganggapku orang gila.
        Begitu sampai di depan rumah Pak Hartono, aku sudah tak sanggup lagi melangkah dan pada akhirnya ambruk tak berdaya. Pak Hartono dan keluarganya langsung keluar memburuku.
       "Dila.!" Teriak mereka.
       "Tolong saya pak,"  rintihku hampir tak bersuara, mendadak mataku menjadi berkunang-kunang sebelum akhirnya tak ingat apa-apa lagi. Aku merasa ada sesuatu yang telah menarik tubuhku kesuatu tempat yang terasa asing bagiku. Aku seperti berada di sebuah ruangan serba putih dan hening tak kudengar suara apapun.
     "Kak Dila,"  tiba-tiba kudengar suara memanggilku dari arah belakang, aku segera membalikan badanku dan kulihat Raka sudah berdiri di belakangku.