Hmmm kenapa semua menjadi semakin rumit seperti ini sih, lagi pula bagaimana mungkin aku bisa memperkenalkan cowok sama Ayah, sedangkan teman Cowok aja aku enggak punya karena Ayah selalu mewanti wanti untuk selalu menjaga jarak dengan kaum adam. Â
"Haey Dila.." Â Tiba-tiba terdengar suara orang yang memanggilku, aku segera menoleh kulihat Hana sedang berjalan menuju arahku sembari melambaikan tangannya. Hana adalah teman baikku dan juga satu-satunya orang yang paling aku percaya. Dialah orang yang selalu menjadi pendengar setia dari segala keluh kesahku selama ini.
"Sory kamu dah lama ya nunggunya." Â Ucap Hana begitu sampai dihadapanku, aku tersenyum.
"Enggak kok Han, kebetulan aku juga baru sampe kok, ya udah kita berangkat sekarang yuk soalnya kan kamu tahu sendiri Ayahku orangnya kekgimana." Â
Kami segera pergi dari tempat itu menuju sebuah kampung kumuh yang terletak dipinggir kota. Hari itu kami mendapatkan tugas dari dosen kami untuk melakukan penelitian dikampung kumuh yang katanya sebagian penduduknya buta huruf dan anak-anak mereka banyak yang menjadi gelandangan untuk mencari nafkah.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih setengah jam, kami pun sampai disebuah desa yang kumuh dan hampir rata-rata penduduknya adalah pemulung. Kulihat beberapa pemuda sedang asik bermain kartu, tampang mereka sedikit seram mungkin mereka adalah preman-preman yang menguasai kampung ini.
     Melihat kedatangan kami, salah satu dari mereka datang menghampiri kami, tatap matanya merah tajam, dan sedikit bau alkohol dari tubuhnya. Aku tetap berusaha untuk tenang dan waspada, kulirik Hana yang ada di sampingku, wajahnya sedikit pucat karena takut.
    "Dila, mending kita pulang aja yuk, aku takut,"  bisik Hana sembari memegangi pundakku.
    "Haey siapa kalian, dan mau apa kalian kesini,"  bentak preman itu sembari meremas tangannya, ia berjalan mengelilingi kami dengan tatapan yang begitu garang. Tubuh Hana gemetar bahkan nyaris saja ia terjatuh saking lemasnya karena takut.
     "Maaf Bang, kami ingin bertemu dengan Pak Hartono,"  jawabku dengan masih bersikap santai.
     "Ada urusan apa kalian dengan Hartono?  Tanya sang preman masih dengan nada keras.