"Jadi teman adek sudah tahu? Kalau adek mau beri dia sepatu?" tanyaku sambil melipat tangan. Firyal malah menunjukkan gigi-giginya yang putih bersih.
"Adek Firyal sayang, mending tidak usah. Toh temenmu pasti dapat banyak kado."
"ih, kakak! Bukankah kata Rasulullah tahaaduu tahaabbu, saling menghadiahilah kalian niscaya kalian akan saling mencintai?" jawabnya lalu memonyongkan bibir tanda protes.
"Masya Allah, adik kakak sudah banyak tahu tentang hadist rupanya. Hmm.. Oke baik. Insya Allah ba'da ashar kakak ke toko sepatu ya?"
"Bener kak?" Â Matanya yang coklat langsung berbinar.
Aku hanya mengangguk. Ia lalu balik kanan dan melompat-lompat riang ke luar rumah. Aku menepuk jidat. Kenapa tidak kutanyakan perihal sepatu sebelah tadi. Â Ukurannya sama dengannya berarti.
****
"Nak, mau ke mana? Bukannya mau belajar bikin puding?" tanya Mama ketika kaki kananku menyemat sendal coklat.
"Ke toko sepatu Mah. Sebentar saja."
"Untuk kado temannya Firyal? Tunggu nak. Mamah ambil uang dulu."
"Tidak Mah, kakak masih punya uang simpanan." Kataku lalu mencium punggung tangan Mamah.
Ada aroma cinta yang begitu harum setiap kali aku mencium tangan Mamah. Meski tangannya kaku karena selalu menguleni adonan kue, tapi bagiku tangan Mamah bak kapas menyentuh pipi.