Mohon tunggu...
Sary Hadimuda
Sary Hadimuda Mohon Tunggu... Guru - Hanya seorang hamba Allah yang sedang memantaskan diri menjadi pengajar

Sedang belajar membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepatu untuk Sahabat

21 Desember 2017   18:58 Diperbarui: 21 Desember 2017   19:04 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

''Pokoknya sepatu, Mamah! Adek mau seepaatuu ...!''

''Buat apa, Adek? Bukannya sepatu Adek masih bagus?'' Terdengar suara Mama di tengah gemerincing piring dari arah dapur.

''Aa... ee... emm... Ada deh, Mah!''

Pasti adikku merengek lagi minta dibelikan sepatu. Entah kenapa sejak kemarin dia minta dibelikan sepatu, dan anehnya dia minta dibelikan sepatu bola. Memang, sih, dia agak tomboy. Tapi, kalau sepatu bola? Apa tidak kelewatan?

''Adek, sepatu sebanyak itu buat apa?'' Aku keluar kamar langsung menunjuk rak sepatu,
''lagian sepatu bola buat apa? Mau main bola? Di mana?''

Bukannya menjawab, dia malah mendekati dan memintaku membungkuk, ''Bukan buat Adek, Kak,'' bisiknya.

''Terus?'' Tanyaku pelan. Heran, kenapa juga aku ikut berbisik.

''Buat kado temenku, besok dia ultah.''

''Kenapa harus sepatu? Mainan aja, kan, lucu.'' Saranku tak niat.

''Nanti sepatunya kita bagi, satu buat aku, satu lagi buat dia,'' masih berbisik.

''Lho, kok?'' Sial, aku masih ikut berbisik penasaran.

"Jadi teman adek sudah tahu? Kalau adek mau beri dia sepatu?" tanyaku sambil melipat tangan. Firyal malah menunjukkan gigi-giginya yang putih bersih.

"Adek Firyal sayang, mending tidak usah. Toh temenmu pasti dapat banyak kado."

"ih, kakak! Bukankah kata Rasulullah tahaaduu tahaabbu, saling menghadiahilah kalian niscaya kalian akan saling mencintai?" jawabnya lalu memonyongkan bibir tanda protes.

"Masya Allah, adik kakak sudah banyak tahu tentang hadist rupanya. Hmm.. Oke baik. Insya Allah ba'da ashar kakak ke toko sepatu ya?"

"Bener kak?"  Matanya yang coklat langsung berbinar.

Aku hanya mengangguk. Ia lalu balik kanan dan melompat-lompat riang ke luar rumah. Aku menepuk jidat. Kenapa tidak kutanyakan perihal sepatu sebelah tadi.  Ukurannya sama dengannya berarti.

****
"Nak, mau ke mana? Bukannya mau belajar bikin puding?" tanya Mama ketika kaki kananku menyemat sendal coklat.

"Ke toko sepatu Mah. Sebentar saja."

"Untuk kado temannya Firyal? Tunggu nak. Mamah ambil uang dulu."

"Tidak Mah, kakak masih punya uang simpanan." Kataku lalu mencium punggung tangan Mamah.

Ada aroma cinta yang begitu harum setiap kali aku mencium tangan Mamah. Meski tangannya kaku karena selalu menguleni adonan kue, tapi bagiku tangan Mamah bak kapas menyentuh pipi.

"Ya sudah. Hati-hati nak. Jangan lama-lama." kata mama sambil memperbaiki jilbabku.

Toko sepatu tak jauh dari rumah kami. Aku hanya perlu berjalan keluar dari lorong lalu belok kanan kurang lebih 100 meter. Toko yang hanya dijaga oleh seorang penjaga berkacamata ini cukup memanjakan mata pengungjungnya. Interiornya tak kalah dari toko sepatu yang ada di Mall. Aku memilih sepatu merek Diadora berwarna biru. warna kesukaan Firyal. Ia pasti pasti suka.

***
Jarum pendek merangkak tepat di angka 3 ketika aku memasuki kamar. Baru saja aku hendak merebahkan badan di kasur, tetiba pintu kamar diketuk dengan hebatnya.

"Kak! Buka kak! Kakak coba lihat ini!!" Teriak Firyal dari luar. Gagang pintu bergerak-gerak pertanda ia tidak sabar membuka pintu.

"bentar dek."

"Taraaaa!!!" katanya ketika aku membuka pintu.
Adikku yang berumur 8 tahun itu sedang memegang kotak sepatu yang kuberikan kemarin. Tapi tunggu. Di sana ada sepasang sepatu yang berbeda warna. Sebelah kanan berwarna biru dan sebelah kiri berwarna merah. Sepatu biru sudah kupastikan yang kubeli kemarin. Belum sempat aku menanyakannya, Firyal sudah menerobos masuk mengambil posisi duduk menyilang di atas kasur.

"Kak, bagus tidak sepatunya?" tanyanya antusias.

"hmm.. Hmm.. Hmm" aku hanya bisa ber'hmm hm ria. Bingung mau jawab apa.

"Jadi ceritanya, kami bertukar sepatu sebelah kak. Kalau dipakai, jadi mirip pemain bola yang terkenal itu loh kak. Kek di tipi-tipi. Kan bagus. Sebelah merah. Sebelah biru. Biar keki keki.... Keki...."

Belum sempat Firyal menyelesaikan kalimatnya, aku langsung memotongnya

"kekinian!!... Huuu... Sok dewasa kamu dek." kataku sambil menarik hidungnya yang mancung.
Lagi-lagi garis di sudut bibirnya menjulang tinggi.

"Lha. Berarti ini bukan kado? Masa tukaran"

"Aku sudah membuat kartu ucapan kok Kak."

"oh ya?" Tanyaku.

Ia lalu berceloteh

"iya dong. Isinya Hai Sahabatku yang dicintai Allah. Semoga kau jadi pemain bola seperti Mesti Osil yang selalu membaca al-fatihah sebelum bermain. Semoga Allah selalu menjagamu sampai besar nanti. Terus aku gambar  bola dipingir-pinggirnya kak"

"Mesut Osil adek. Bukan Mesti Osil." aku tertawa

"hihi.. Tapi kak, sepatunya yang merah ada jamur kakinya, yang biru gak ada. Kakak kemarin salah beli." adikku mengangkat sepatunya.

"Astagfirullah. Kakak lupa kalau adek pesannya sepatu bola. Bukan sepatu futsal."  Jadi gimana dong dek?"

"kakak beli lagi... Hehe" wajah Firyal memelas.

Belum sempat aku menjawabnya, sebuah kecupan mendarat di pipi kananku. Aku hanya bisa pasrah memutar bola mata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun