aneh, aku tak pantas jijik, aku tersenyum.
****
Wanita itu tersenyum, Hanna juga tersenyum, semua yang mengenalnya ikut tersenyum. Gadis itu telah kembali seperti dulu, gadis yang dulunya menghargai apapun yang bisa memuaskan lambungnya. Sampai kemudian ia bertemu Riski dan kemudian ia menjadi rajin membeli majalah remaja yang ada di dalamnya.
Awalnya aku juga masih hobi tersenyum, sampai tiba suatu masa dimana hanya itu saja yang mampu melakukan. Tak hanya senyumku yang ia renggut, tapi juga tersenyum, senyum Hanna, senyum sahabat-sahabatnya.
Jadi sekarang, aku tidak heran saat melihat mereka kembali tersenyum, hanya satu-satunya yang tak bias dilakukan itu. Ia belum kembalikan senyumku.
****
"Wah, kamu hebat ya sekarang" kata Hanna
"Hebat apanya?"
"Dulu makanmu sedikit, sekarang banyak tapi tubuhmu tetap langsing. Apa sih rahasianya?"
Aku hanya tersenyum melirik pada Hanna yang juka ikut tersenyum.
Hari ini aku makan di kantin, padahal dirumah sebenarnya aku sudah sarapan, menghabiskan sarapan yang dihidangkan tanpa ibu, sebaliknya menyisakan senyum lebar di wajah ibu sebelum ia berangkat bekerja.