Sekelompok pria sedang memandangi api unggun sembari mempersiapkan perbekalan untuk berburu madu di dalam hutan. Alat-alat diuji coba guna kepentingan kelayakan fungsi. Di malam yang hangat ditemani sang api, mereka memikirkan apa saja persiapan untuk mendapatkan madu.
Perbekalan dan peralatan telah dibawa masing-masing anggota. Melewati hutan belantara yang dipenuhi semak belukar tidak menghentikan semangat mereka demi lebah madu. Tak kenal lelah dan terus maju.
Usaha tidak mengkhianati hasil akhirnya rombongan ini menemukan sebuah pohon benggeris untuk dipanjat. Beristirahat sambil memandangi pohon benggeris yang menjulang tinggi ke langit. Mereka berkhayal seolah-olah sudah mendapatkannya.
Setelah merasa cukup waktu istirahat, mereka menyiapkan semua peralatan penting untuk mempersiapkan misi mencari madu pada pohon benggeris. Semua alat dilakukan pemeriksaan secara berulang demi keamanan serta kondisi alam seperti laju angin dan cuaca.
Seorang pemuda yang pemula mencoba memanjat pohon benggeris itu untuk pertama kalinya. Ini adalah pengalaman yang menegangkan sekaligus menantang baginya.
Malam itu laju angin sangat pelan dan cuaca malah sedikit dengan posisi bulan terang terlindungi oleh awan. Setelah menaiki pohon benggeris itu dan berhasil mengusit lebah-lebah dari sarangnya, ini adalah waktu baginya untuk kembali turun. Namun dia sangat merasa kelelahan hingga akhirnya dia memilih untuk beristirahat dulu di atas ranting pohon benggeris yang besar.
Di malam yang sejuk itu dia setengah tertidur tetapi karena tak mampu lagi menahan perasaan kantuk, dia akhirnya tertidur.
"Di mana ini?" tanya dia keheranan. Dia terbangun di sebuah taman bunga yang dipenuhi kupu-kupu. Tempat yang dia rasa hanya berada di alam khayalan dia merasa terlalu indah menjadi kenyataan. Dia saat dia berdecak kagum dengan pemandangan yang ada. Ada sesosok perempuan berpakaian serba putih di balakangnya. Menatapinya dengan penuh senyuman seolah menjadi pengganti ucapan selamat datang tanpa suara di tempat ini.
Wanita itu mendekat kepada pemuda itu dengan langkah yang ringan seolah tak menginjak apapun. Tanah seperti tidak terpijak sama sekali olehnya. Tatapan matanya yang tajam penuh misteri yang belum tersingkap. Semerbak aroma menyemburkan rasa ketenangan. Bunga liar yang indah di pedalaman hutan belantara memberikan kesan magis.
Perempuan
:
Mengapa kau begitu membeku?
Pemuda
:
Tatapan matamu mampu membuat jantungku berdebar. Aku tak mampu menahan diri dengan apa yang nampak di depan untuk tidak menatapinya.
Perempuan
:
(Mendekati pemuda yang diam tertegun itu kemudian berbisik pada telinga kirinya dengan suara lembut yang diiringi sebuah kekuatan yang tak terduga)
Indah yang nampak di depanmu ini masih banyak yang belum terlihat oleh mata. Bayangan dan warna hanya meninggalkan waktu untuk sebuah pengungkapan rahasia.
Pemuda
:
(Tersentak dengan perkataan perempuan itu)
Ku mencoba merenungi kata demi kata setiap ucapan yang keluar dari mulutmu. Sesuatu yang besar mungkin saja ada tetapi aku lebih memilih untuk tidak mengetahui apakah itu?
Perempuan
:
Selubung keindahan yang kita nikmati bersama. Ku pikir kau sudah sangat ketagihan.
Pemuda
:
(Pemuda itu semakin tak karuan dan berusaha menahan diri)
Kau... Siapa kau sebenarnya?
Perempuan
:
(Dia langsung memegang tangan pemuda itu sambil menatap tajam padanya)
Jawabannya adalah... genggam tangan dan rasakan hangatnya diriku. Bagaimana rasanya? Aku ini nyata 'kan?
(Sambil mengusap pipi pemuda itu)
Pemuda
:
(Dengan keadaan gagap)
Kau terlalu cantik menjadi hantu.
Perempuan
:
(Dia langsung menarik tangan pemuda sambil menuntun dia berjalan)
Ayo kita jalan-jalan ke tempat lainnya. Ada beberapa tempat yang lebih indah dan damai daripada di sini.
Pemuda
:
(Tanpa berpikir panjang pemuda itu secara spontan mengiyakan kemauannya)
Â
Tanpa merasa waspada sedikit pun kecurigaan terhadap sesosok perempuan itu Pemuda tersebut mengikuti arahan dan tuntunan perempuan itu. Baru saja beberapa langkah tiba-tiba saja...
Pemuda
:
TOLONG AKU! BANTU NAIK!
(Tiba-tiba saja pemuda itu bergantung pada sebatang ranting pohon. Tempat semula yang terlihat seperti sebuah taman yang indah dengan berbagai macam rupa. Kini telah berubah menjadi sebuah ranting pohon benggeris di atas permukaan tanah yang menjulang tinggi ke angkasa di tengah dinginnya malam hari.)
Perempuan
:
(Hanya menatap saja dan tak bergeming)
Pemuda
:
(Berusaha sekuat tenaga untuk bertahan pada ranting pohon dan berusaha melawan gravitasi bumi.)
Pedaraq-pedaraq bujur-bujur pedaraq Siapa namamu?
(Dengan wajah penuh kebencian.)
Perempuan
:
(Menyengir)
Waween Payakng.
Pemuda
:
(ngos-ngosan)
Ternyata kau hantu pembunuh dengan rayuan maut dibalik keindahan!
Waween Payakng
:
(Hanya meninggalkan senyuman pembunuh kemudian menghilang entah kemana perginya)
Pemuda
:
Â
Pemuda
:
(Berusaha menaiki ranting pohon dengan tenaga yang masih tersisa.)
Aku tak bisa bertahan lagi!!!
(Tangannya terlepas dari ranting pohon dan terjatuh ke permukaan bumi)
Jeritan terdengar dari atas langit malam dengan terdengar seperti suara putus asa. Bumi pun siap menyambut tubuh pemuda yang sudah terkulai lemas ini. Dia terjatuh menghantam beberapa ranting pohon yang berada di bawah pohon benggeris. Dia terjatuh lagi, lagi dan lagi menghantam ranting pohon dan akhirnya. Jatuh ke dalam semak-semak di dekat pinggir sungai.
Para anggota yang ikut dalam pencarian lebah madu mulai berdatangan mencari di mana lokasi jatuhnya pemuda itu.
"Di mana dia, di mana dia".
"Ada yang melihat".
"Pastikan hati-hati takut terinjak sesuatu"
"Pelan-Pelan kita belum paham betul tentang hutan ini".
"Apa kalian yakin dia masih hidup".
"Entahlah."
"Kita harus menemukannya, hidup maupun mati."
Suara para anggota saling bersahutan mencari keberadaan dan nasib pria jatuh tersebut. Mereka terus berusaha mencari di mana keberadaannya.
Tubuh pemuda itu terselimuti oleh semak-semak menjadi situasi sulit menemukannya di tambah lagi keadaan malam hari makin mempersulit penemuan dari sebuah pencarian.
Di dalam keadaan tak berdaya tetapi masih bernyawa pemuda itu masih bisa memegang benda-benda di sekitarnya dan sisa tenaganya dia berusaha berteriak dengan maksud memberikan tanda keberadaan dirinya kepada anggota yang mencarinya.
"Aku di sini, aku di sini! Kalian dengar suaraku? Ini aku sambil menggerak-gerakkan pohon rumput apa pun yang ada sekelilingku," Jeritan permintaan tolong dari dirinya.
"Ke pinggir sungai, ke pinggir sungai! Aku di semak-semak! Perhatikan asal suaraku, perhatikan di mana ada pergerakan benda-benda di sekitarku," Dia mencoba memberi tahu letak kepada anggota tentang posisinya.
"AAARRRGGGHHH!!!"
Pemuda itu menjerit sekuat tenaganya untuk ke berapa kalinya untuk memberitahukan keberadaannya. Tak lama setelah itu, terdengar dari kejauhan suara langkah laki dan seruan para anggota pencari madu. Sinar obor terlihat menyala-nyala pada gelapnya malam.
Salah satu anggota pencarian jatuh tersungkur di hadapan sayuran pakis. Saat dia kembali berdiri. Tanpa disengaja dia menemukan tubuh pemuda tergeletak yang dalam keadaan tragis. Wajahnya memar disertai darah, Betis kirinya bengkok ke kiri. Begitu juga dengan tangan kanannya ikut terlipat. Dan lebih parahnya lagi, tulang iga kanannya berjumlah 4 tulang juga ikut patah dan keluar dari dadanya.
Tidak menyangka apa yang lihatnya anggota pencari ini secara spontan berteriak memberikan tanda kepada anggota lainnya untuk segera mendatangi mereka. "Hei, hei cepat ke sini! Aku sudah menemukannya. Lihat oborku ini dekat pinggir sungai, ini aku di sini bersamanya, Cepatlah, cepatlah!".
Semua anggota lainnya lari terbirit-terbirit mencari keberadaan mereka dengan kondisi hutan yang memiliki semak belukar. Menjadi sulit karena hutan ini bukan hutan yang mereka kenali sebelumnya ditambah lagi belum pernah ada kejadian tragis seperti ini.
Pencarian tersebut berhasil, tetapi menjadi momen yang memilukan. Semua anggota kecuali pemuda yang jatuhnya itu semua menatap dengan kesedihan dan tak bisa berkata apa-apa. Bibir mereka gemetaran begitu banyaknya perasaan berkecamuk di dalam pikiran mereka menyaksikan salah satu anggota mereka mengalami kecelakaan di hadapan mereka secara langsung.
Pemuda itu yang terkulai lemas itu berusaha mengucapkan kata-kata tetapi sangat sulit karena kondisinya yang sekarat. Napasnya tersengal-sengal seolah berusaha menarik kembali nyawanya yang hendak melepaskan diri dari tubuhnya.
"Air, air, berikan aku air," pinta pemuda tersebut.
Mereka berusaha menggerakkan badan secara hati-hati mencari cara agar dia bisa bisa sedikit bersandar agar dia memperoleh minuman. Segera setelah itu mereka mengeluarkan air minum yang di simpan di dalam anjat mereka. Diminumkan air itu kepadanya.
Setelah meminum air itu, sambil menarik napas dengan ritme yang cepat pemuda itu memandangi semua anggota pencari madu dan berkata kepada,
"Kalian tak akan percaya dengan apa yang kulihat! Ini benar-benar memabukkan. Ini semua balik mata. Apa yang terlihat dan dirasakan semuanya hanya ilusi. Seolah semuanya nyata tetapi TIDAK! Semuanya PALSU! Hati-hati dengan apa yang kalian lihat meskipun itu terlihat indah ataupun menakjubkan. Ingat cuma balik mata. Waraslah, waraslah!
Regu yang pertama kali yang menemukannya sangat memperhatikan apa yang dikatakan pemuda itu. Dan dengan rasa penasaran yang tinggi, dia bertanya kepada pemuda yang sekarat itu, "Apa yang sebenarnya kau lihat beritahu kami," kata dia dengan mulutnya yang bergetar.
Pemuda itu dia menarik napas dengan panjang dan berusaha menjawabnya semampunya, "Perempuan itu memperkenalkan dirinya sebagai "Waween Payakng". Dia membunuh pria dengan menjebak, jebakannya adalah mengajak kita berjalan-jalan di sebuah taman bahkan mengajak kita berkencan. Dia sangat memanjakan-manjakan kita. Kita pun bisa merasakan dia seakan-akan manusia tetapi nyatanya bukan!"
Para anggota pencari madu saling menatap satu sama lain kebingungan dan tidak mengerti apa yang diceritakan. Tiba-tiba saja pemuda sekarat itu menarik napas dengan ritme yang lebih cepat lagi, "Hah, hah, aaarrrghhh, hah, hah" suara pemuda itu. Menyadari situasi yang dirasa tidak mungkin untuk hidup, Pemuda yang menemukan dia segera bertanya kembali.
"katakan apa lagi yang harus kami tahu," permintaan pemuda itu dengan berlinang air mata dan tersedu-sedu.
Jawab pemuda itu, " Jika suatu saat nanti kalian hendak mencari madu, selain persiapan yang matang, perhatikan simbol alam seperti burung teset dari arah mana datangnya dia. Dan kalian sendiri sudah tahu jika dari kemunculan dari depan atau belakang ataupun dari kiri dan kanan. Kalian masih ingat 'kan nasihat itu masih 'kan," jawab dia sambil kembali mengingatkan isyarat alam yang dipercayai oleh para tetua terdahulu.
"ya kami masih ingat" Seru mereka semua dengan menahan kesedihan atas kecelakaan yang anggota pencari madu mereka.
"Kaitkan selendang yang kuat pada ranting pohon kecil yang tumbuh di tempat kalian duduk istirahat, Ikat baik-baik pastikan kencang, Saat kalian tertidur ataupun beristirahat di atas sana, Bila mana Waween Payakng mengganggu kalian. Kalian tidak akan terjatuh dikarenakan selendang pengaman sudah terpasang dengan benar. Posisi kalian tidak akan pindah ke mana-mana. Tetapi di situ saja. Tentunya kalian tersadar ketika pergi dengan meninggalan senyumannya yang membunuh," pesan sekaligus peringatan kepada anggota pencari lebah madu.
"Argghh, argghh..... hah!" napasnya habis kemudian disusul dengan dadanya mengempis dan tubuhnya menjadi dingin terbujur kaku.
Mereka semua menangis dengan peristiwa yang menimpa mitra kerja mereka. Meninggalkan luka di hati yang dalam. Wajah dilukiskan dengan darah, dada penuh dengan keretakan tulang mencuat keluar, serta tulang dan tangan kaki terlipat dan patah tak beraturan.
"kematian saudara kita ini bukanlah kematian sia-sia. Akan tetapi dari kemalangan yang menimpa saudara kita ini kita bisa memtik sebuah pelajaran yang sangat penting dan tidak boleh sepelekan," ucap pemuda yang menemukannya penuh guncangan emosi.
"Tenang saja saudaraku, pesanmu akan kami sampaikan ke setiap generasi-generasi berikutnya, terima kasih," ucapan pemuda itu kepada mitranya yang sudah meninggal.
Semenjak kejadian itu siapa pun regu maupun anggota pencari lebah madu pada pohon benggeris selalu berhati-hati jika hendak memanjat pohon. Selain persiapan yang matang, mereka juga tak lupa memperhatikan isyarat alam dari burung teset yang diamanahkan dari Tetua terdahulu kepada setiap generasi yang ada. Memang berbagai kemungkinan bisa saja terjadi. Tetapi setidaknya ada sebuah pembekalan sebelum melakukan sesuatu. Hidup memang misteri tak ada yang tahu apa yang akan terjadi berikutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H