Mohon tunggu...
Alfira Fembriant
Alfira Fembriant Mohon Tunggu... Lainnya - Instagram : @Alfira_2808

Music Director and Radio Announcer STAR 105.5 FM Pandaan Pasuruan East Java (from 2012 until now) 📻

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu Mengantarkan Saya pada Titik Zero to Hero

16 November 2020   10:50 Diperbarui: 16 November 2020   11:07 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkenalkan nama ibu saya adalah ibu Amy. Beliau sekarang berusia 53 tahun. Sedangkan foto di atas ini diambil saat tahun 1995. Saat itu ibu berusia 28 tahun. Kemudian perempuan kecil mungil yang suka nangis seperti foto di atas usai mengusap air matanya dan sedang digendong itu adalah saya, yang saat itu berusia masih 1 tahun. Sedangkan pria yang di foto itu adalah kakak saya yang saat itu berusia 8 tahun. Ibu hanya mempunyai 2 orang anak yaitu satu putra dan satu putri saja.

Cita-cita setiap perempuan berbeda, namun ada satu cita-cita yang sama yaitu menjadi seorang Ibu. Saya juga masih menjadi mahasiswa pasca dan belum mempunyai atau menjadi seorang ibu. Jadi artikel ini lebih banyak membahas dari sudut chemistry antara kasih sayang anak dan ibunya.

Ada beberapa hal tentang makna seorang Ibu bagi saya, yaitu:

Ibu membuat saya lebih "Berarti dan Percaya Diri"

Saya masih ingat bagaimana ketika ibu membuat saya sebagai anak menjadi punya rasa "berarti".

Seperti contoh saat di masa TK (Taman Kanak-Kanak). Ketika saya di antar ibu ke sekolah, saya menjadi anak yang ceria, anak yang aktif bermain dan bersosialisasi. Hal itu karena ibu menjadi penyemangat dan sumber kepercayaan diri dari seorang anak.

Beda cerita ketika ibu sedang berhalangan dan tidak mengantarkan ke sekolah. Saya menjadi anak yang sangat pendiam, tidak aktif, dan hanya murung di pojokan. Hal itu karena saya tidak percaya diri mau berbuat apa pun. Ada rasa takut juga di dalamnya ketika bermain kemudian melakukan kesalahan dan dimarahi ibu dari teman atau guru, rasanya penyemangat untuk move on pada situasi itu tidak ada.

Ibu membuat saya merasa "Ada"

Pernah saat saya usia 10 tahun tahun 2004, saudara ibu kecelakaan dan menginap 3 minggu di Rumah Sakit luar kota. Ibu pun tidur di sana pada jangka waktu tersebut.

Saya merasakan saat itu seperti menjadi anak tanpa sosok ibu di keseharian sangatlah menyedihkan seperti orang yang hilang. Tanpa arah dan tak tahu ke mana tujuan hidupnya. Kemudian saat ibu pulang, seketika tadi jiwa anak kecil yang hilang hidup kembali.

Ibu membuat saya "Tenang"

Entah saya saja atau banyak di antara anda juga melakukan atau secara reflek kebiasaannya sama. Jadi ketika baru pulang dari mana pun seperti pulang sekolah atau pulang kerja, orang pertama yang dicari ketika memasuki rumah adalah Ibu.

"Ibu.. bu.. ibu.. bu.." Teriakku ke dalam rumah.

Nanti kalau sudah terlihat wajah ibunda, entah beliau sedang apa saja, hati ini itu langsung tenang. Barulah setelah itu kita sebagai anak bisa bermain loncat tali sama teman waktu kecil, atau melakukan hal apa ketika dewasa. 

Ketika pulang dari rutinitas, kemudian di rumah masih belum bertemu atau melihat beliau, pasti sebagai seorang masih bingung dan akan terus mencari bahkan bertanya pada orang yang ada di rumah "Kemana ibu?"

Intinya, jiwa seorang anak hanya ingin memastikan ibundanya sedang baik-baik saja, barulah ia akan tenang untuk melanjutkan berbagai aktivitas.

Ibu adalah komandan "Perizinan" saya

Ibu menjadi sosok komandan dalam perizinan. Meskipun beliau tidak meminta, tapi sebagai seorang anak ketika mau melakukan apapun selalu izin dulu pada beliau.

 Ibu, apa boleh aku makan makanan ini?" atau "ibu, apa boleh aku bermain hujan-hujanan?

Dan kadang meski tidak dengan kata-kata dalam perizinan, hanya dengan melihat ke arah beliau saja sudah termasuk dalam izin. Ketika beliau mengangguk, berarti boleh. Namun ketika beliau menggelengkan kepalanya, berarti jangan dilakukan.

Ibu adalah sumber "Kekuatan" saya

Tahun 2013 lalu saya pernah operasi penyakit yang cukup serius di salah satu area tubuh. Saya ingat ketika saya masuk ruang ICU, ibu menangis di luar kaca melihat anaknya terbaring lemah. Apalagi saat saya keluar dari ruang operasi, saya pingsan. Mata tertutup, badan tak bisa bergerak karena bius separuh badan, tapi saya masih bisa mendengar. Saya berusaha untuk mencoba membuka mata hanya agar ibu tidak khawatir. Namun apa lah daya, mata tidak punya kekuatan untuk terbuka.

Saat operasi pun saya sudah mengikhlaskan diri untuk pulang ke hadapan Tuhan. Namun saya teringat ada Ibu saya di luar ruang operasi yang sangat berharap saya sembuh dan menjadi putrinya yang ceria lagi. Timbullah semangat hidup dan menjadi kekuatan yang memotivasi diri ini untuk sembuh saat itu hanyalah Ibu. Beliau satu-satunya orang yang paling saya beratkan di dunia ini ketika tubuh ini terbujur lemas dan hampir kaku karena kondisi yang kritis.

Ibu menerima saya "Apa Adanya" bukan "Ada Apanya"

Lanjutan dari operasi di atas, ada pengangkatan salah satu organ tubuh yang berarti. Sehingga dalam hal ini saya mempunyai suatu kekurangan efek dari operasi tersebut yang juga menyebabkan beberapa orang terdekat meninggalkan saya di masa lalu.

Ketika orang lain atau mereka meninggalkan karena suatu kekurangan, namun hanya ibu tempat saya kembali. Tempat jiwa yang selalu setia menerima kekurangan dari anaknya. Ia selalu melambaikan tangan, membuka tangannya dengan lebar agar saya berlari ke arahnya dengan senyuman suka cita.

*

 Seberapa besar peran ibu hingga menjadikan saya sosok yang sekarang ini?

Sangat besar. Tidak terlihat, sangat halus, namun tepat sasaran.

Semua ibu pastinya mengajarkan akhlak yang baik pada anaknya. Ibu saya pun juga demikian. Bukan masalah akhlak yang akan saya bagi melainkan bagaimana pembentukan mental sehingga saya terbentuk menjadi pribadi yang sukses.

1. Mandiri.

Perlu diketahui, bahwa Ayah hanya memberikan fasilitas pendidikan pada saya hanya sampai sekolah menengah pertama (SMP) saja. Setelah itu beliau menyuruh saya berhenti sekolah. Bukan karena faktor ekonomi melainkan masih ada anggapan bahwa perempuan tempatnya di dapur, jadi tidak perlu pendidikan tinggi-tinggi.

Ibu pun melambaikan tangannya dan mengajariku tentang apa arti mandiri, dan bagaimana cara untuk mandiri, hingga kapan waktunya untuk menjadi pribadi yang mandiri.

"Buktikan pada dunia bahwa kamu bisa tanpa bantuan orang lain. Jika kamu inginkan sesuatu, kamu harus bekerja keras sendiri sampai kamu bisa menggapainya. Di situlah kamu akan menemukan arti kata Mandiri yang sesungguhnya"

Alhasil saya pun berusaha keras sendiri untuk bisa sekolah SMA dahulu dengan biaya sendiri. Semasa SMA itu, saya paginya sekolah dan sorenya bekerja. 

Kerjanya pun hanya sebatas menjadi pembantu rumah tangga. Namun hasilnya lumayan bisa buat bayar seragam, buku, uang gedung, SPP, dan lain sebagainya.

Lantas ketika sudah lulus SMA, saya mencoba melamar hanya satu kali pada salah satu perusahaan ternama, dan saya pun diterima.

Bukan hanya itu, berkat akhlak baik yang ibu ajarkan juga membekali saya dalam bertindak di perusahaan. Sehingga dengan kinerja yang bagus, hingga saat ini saya pun dipercaya atau menjabat sebanyak tiga jabatan sekaligus di kantor, bahkan mempunyai salah satu peranan yang sangat penting di perusahaan tersebut.

Dengan kondisi keuangan saya yang membaik, pelan tapi pasti saya tetap melanjutkan pendidikan. Hingga saat ini saya juga sudah mempunyai dua gelar pendidikan untuk bidang ekonomi & manajemen, terlebih semua biaya pendidikan 100% saya bayar dari jerih payah saya sendiri.

2. Berani

Dalam hal ini berani bukan berarti yang jago perang. Melainkan berani untuk melampaui adrenalin dari seorang perempuan.

Perempuan pasti akan takut jika harus keluar rumah sendirian tengah malam. Perempuan juga pasti takut jika melewati tempat-tempat yang gelap, bisa jadi takut hantu atau takut begal.

Namun berkat motivasi beliau tentang ajaran suatu keberanian dalam diri, saya pun pulang kerja sering kali di jadwal jam 12 malam baru pulang juga sering dan tidak takut. Padahal rumah saya masuk plosok desa yang melewati sawah-sawah gelap, tengah malam, bahkan melewati pemakaman umum, saya tidak takut. Namun untuk pemakaman umum ini hanya jalur alternatif ketika jalan utama di desa sedang ada penutupan jalan.

Ibu saya sudah membekali Iman saya dengan baik, jadi saya tidak takut sama sekali meski pulang kerja tengah malam dan melewati pemakaman umum sendirian.

Jiwa yang berani ini lah salah satu tips kesuksesan saya. Berani yang dimaksud adalah:

Berani menaklukkan Rasa Takut dalam diri

Tidak bisa dipungkiri setiap perempuan pastilah mempunyai rasa takut berlebihan daripada pria. Namun jiwa yang berani menaklukkan rasa takut ini lah pada banyak hal membuat saya bisa sukses seperti sekarang.

Coba bisa dibayangkan saja jika saya pasrah akan keadaan di masa lalu mengenai putus sekolah hanya sampai SMP saja, mungkin nasib saya sangat jauh berbeda dari yang sekarang.

Berangkat dari motivasi ibu di awal tadi lah, hingga membuat saya bisa menjadi sesukses sekarang dalam karir dan pendidikan.

Saya pun juga mengambil hikmah dari semua ini. Coba saja Ayah di masa lalu mau menyekolahkan sampai jenjang pendidikan perguruan tinggi. Mungkin saya tetap akan menjadi perempuan yang manja, yang tidak bisa menghargai uang, tidak bisa mengelola keuangan dengan baik, kurang bisa berbisnis, dan tidak terlalu mengerti apa arti dari sebuah perjuangan.

Sehingga selalu ada hikmah yang bisa diambil dari sebuah perjuangan dalam kehidupan.

*

Terima kasih Ibu, sudah memotivasi saya yang sempat terjatuh di masa lalu. Hingga membuat saya bisa bangkit lagi dan menaklukkan rasa takut dalam diri antara kolaborasi Mandiri dan Berani, hingga mengantarkan saya pada titik Zero to Hero.

Engkaulah sumber kekuatan dalam diri saya, Ibu.

I Love You.

Salam, @Alfira_2808

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun