Mohon tunggu...
Alfira Fembriant
Alfira Fembriant Mohon Tunggu... Lainnya - Instagram : @Alfira_2808

Music Director and Radio Announcer STAR 105.5 FM Pandaan Pasuruan East Java (from 2012 until now) 📻

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu Mengantarkan Saya pada Titik Zero to Hero

16 November 2020   10:50 Diperbarui: 16 November 2020   11:07 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah saya saja atau banyak di antara anda juga melakukan atau secara reflek kebiasaannya sama. Jadi ketika baru pulang dari mana pun seperti pulang sekolah atau pulang kerja, orang pertama yang dicari ketika memasuki rumah adalah Ibu.

"Ibu.. bu.. ibu.. bu.." Teriakku ke dalam rumah.

Nanti kalau sudah terlihat wajah ibunda, entah beliau sedang apa saja, hati ini itu langsung tenang. Barulah setelah itu kita sebagai anak bisa bermain loncat tali sama teman waktu kecil, atau melakukan hal apa ketika dewasa. 

Ketika pulang dari rutinitas, kemudian di rumah masih belum bertemu atau melihat beliau, pasti sebagai seorang masih bingung dan akan terus mencari bahkan bertanya pada orang yang ada di rumah "Kemana ibu?"

Intinya, jiwa seorang anak hanya ingin memastikan ibundanya sedang baik-baik saja, barulah ia akan tenang untuk melanjutkan berbagai aktivitas.

Ibu adalah komandan "Perizinan" saya

Ibu menjadi sosok komandan dalam perizinan. Meskipun beliau tidak meminta, tapi sebagai seorang anak ketika mau melakukan apapun selalu izin dulu pada beliau.

 Ibu, apa boleh aku makan makanan ini?" atau "ibu, apa boleh aku bermain hujan-hujanan?

Dan kadang meski tidak dengan kata-kata dalam perizinan, hanya dengan melihat ke arah beliau saja sudah termasuk dalam izin. Ketika beliau mengangguk, berarti boleh. Namun ketika beliau menggelengkan kepalanya, berarti jangan dilakukan.

Ibu adalah sumber "Kekuatan" saya

Tahun 2013 lalu saya pernah operasi penyakit yang cukup serius di salah satu area tubuh. Saya ingat ketika saya masuk ruang ICU, ibu menangis di luar kaca melihat anaknya terbaring lemah. Apalagi saat saya keluar dari ruang operasi, saya pingsan. Mata tertutup, badan tak bisa bergerak karena bius separuh badan, tapi saya masih bisa mendengar. Saya berusaha untuk mencoba membuka mata hanya agar ibu tidak khawatir. Namun apa lah daya, mata tidak punya kekuatan untuk terbuka.

Saat operasi pun saya sudah mengikhlaskan diri untuk pulang ke hadapan Tuhan. Namun saya teringat ada Ibu saya di luar ruang operasi yang sangat berharap saya sembuh dan menjadi putrinya yang ceria lagi. Timbullah semangat hidup dan menjadi kekuatan yang memotivasi diri ini untuk sembuh saat itu hanyalah Ibu. Beliau satu-satunya orang yang paling saya beratkan di dunia ini ketika tubuh ini terbujur lemas dan hampir kaku karena kondisi yang kritis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun