Mohon tunggu...
Andin Alfigenk AnsyarullahNaim
Andin Alfigenk AnsyarullahNaim Mohon Tunggu... Administrasi - biasa saja

orang biasa saja, biasa saja,,,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenal Klan Aristokrat Hulu Sungai Kalimantan Selatan

2 November 2024   00:22 Diperbarui: 7 November 2024   15:32 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Memang benar bahwa literasi sejarah Kerajaan Daha dan Kerajaan Jatuh serta keturunannya di Hulu Sungai tidak banyak kita temui, penulis mungkin salah satu orang yang mencoba berkonsentrasi dalam meneliti dan menulis mengenai Hulu Sungai, dan secara kebetulan penulis juga mempunyai garis keturunan dari para Bangsawan Hulu Sungai sehingga sedikit banyak mengetahui dan memahami beberapa hal tersebut. Harus diakui bahwa subjektifas penulis ada dalam tulisan ini, namun kembali lagi bahwa tulisan ini adalah salah satu pembuka diskusi yang mungkin akan menjadi penting untuk dipelajari.

Arsitokrat Hulu Sungai menjadi sangat populer di awal abad 20 karena dominasi mereka dalam birokrasi pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Popularitas tersebut dikarenakan administrasi pemerintahan modern yang diterapkan pemerintah Belanda melakukan mutasi pejabat sampai daerah terjauh di seluruh Kalimantan, yang secara kebetulan birokrat-birokrat tersebut berasal dari keluarga aristokrat Hulu sungai. Rekrutmen para birokrat diambil dari keturunan dan keluarga para Tumenggung Penguasa Hulu Sungai yang merupakan keturunan langsung dari Kerajaan Daha dan Kerajaan jatuh. Umumnya kekerabatan keluarga disebut dengan Bubuhan, beberapa klan keluarga terkemuka di Hulu Sungai berketurunan langsung dari Kerajaan Daha dengan menggunakan gelar Andin, Rama, diyang, Anang, Antin, Aluh, Abi.

 Seperti di Amuntai keluarga Besar Danureja yang menjadi pemimpin utama di Banua Lima dan dibawah pemerintah Kolonial belanda menjadi Regent Hulu Sungai, dan dahulu umumnya keturunan mereka bergelar Anang dan Aluh. Salah satu keluarga terkemuka berasal dari Anak-anak dan kerabat dari Raden Adipati danureja seperti Raden Tumenggung Kertanegara, Raden Tumenggung Wangsa Negara, Raden Tumenggung Kumusa Yuda Negara.

 Pada Daerah Negara ada seorang pemimpin yang disebut dengan nama Raja Muhammad Saleh yang menjadi pemimpin negara pada dekade ketiga abad 1800an, nama beliau sering kali disebut dalam beberapa laporan mengenai indrusti senjata dan logam di Negara, kemudian ada juga keluarga klan Abdul Manaf Bin Kiai Martapati yang keturunannya banyak menduduki jabatan penting di Negara pada saat perang Hulu Sungai sejak tahun 1860an, seperti Kiai sahabudin bin Abdul manaf kepala Distrik Negara, Muhamammad Taib bin Abdul Manaf yang menjadi Mufti Afdeling Banua Lima, dan Penghulu Abdul Hasan bin Abdul Manaf yang menjadi Penghulu Distrik Negara.

 Di daerah Kandangan dahulu terdapat distrik Amandit dengan ibukotanya di Amawang, klan keluarga Kiai Durabu yang memimpin distrik amandit selama kurang lebih 30 tahun lamanya, keluarga datu amawang yang keduanya berkaitan keluarga dengan tokoh yang lebih tua yang dikenal dengan nama Raden Kartawidana. Di Rantau dan Margasari ada keluarga besar Rama Andin seperti Penghulu Andin Nyamat yang menjadi kepala distrik Banua ampat dan Penghulu Rama Abdussamad yang menjadi Penghulu Margasari, dan klan keluarga rama dan andin di Binuang.

 Di Kabupaten Hulu sungai tengah ada Tumenggung Gusti di akhir abad 1600an yang merupakan keturunan dari Pangeran Tumenggung raja terakhir Daha. Kemudian pada abad ke 18 atau tahun 1700an ada Sebagian keturunannya seperti kiai Martapati, Kiai Kartapati, Kiai Udapati, Tumenggung Dipasanta. dari sana pada tahun 1800an atau abad ke 19 ada keluarga Tumenggung Jayapati di kampung Jati Birayang, Lurah Andin Asin di Durian Gantang, keluarga Lurah Andin Ulang di Palajau, keluarga Lurah Andin Sanang di Ayuang, Andin Abdurahman di Banua Tengah, keturunan keluarga besar Andin Matali, keluarga besar keturunan Penghulu Yuda Lelana di Jatuh. keluarga Jang Rasmi atau Tumenggung Karta Yuda Yegara di Pantai Hambawang, Keluarga Tumenggung Yuda Karsa di Mahang Palajau, keluarga Ki Demang Yuda Negara di Lok Besar birayang, Keluarga besar Anang Julai bin kiai Mangun Rasmi di Kampung Kadi. Semua kelurga diatas berasal dari satu trah yang sama. Selain itu ada beberapa nama tokoh yang keturunanya untuk sementara tidak bisa terlacak lagi, seperti ahmad janggol yang bergelar kiai demang wira pemimpin Alai paling penting sebelum dan sesudah perang Hulu Sungai, kiai suta sami yang pernah menjadi kepala distrik batang alai yang kemudian di mutasi menjadi kepala distrik Negara. 

Selain itu belum lagi keluarga-keluarga aristokrat di daerah Tabalong dan Balangan yang untuk sementara belum penulis teliti. Problema lain yang menjadi catatan adalah perubahan administrasi pemerintahan setelah kemerdekaan yang menjadikan Hulu sungai dalam beberapa kabupaten, sehingga ada kecenderungan melihat jejaring ini hanya dalam wilayahnya sahaja, muncullah kesulitan psikologis untuk memahami jejaring keluarga aristokrat yang sering kali berkaitan di seluruh Hulu sungai.

Di Hulu sungai pula tidak hanya keluarga dari Hulu Sungai saja, ada beberapa jejaring dari luar Hulu sungai yang bertugas di Hulu dan kemudian menikah atau menetap di Hulu sungai khususnya di awal tahun 1900an ,seperti keluarga besar keturunan dari para ronggo di Banjarmasin dan bangsawan sari sumatera seperti tokoh bernama Merah Nadalsyah yang ditugaskan di hulu sungai baik sebagai Wedana, atau penghulu atau Pegawai Negeri lain,

Dalam hal ini penulis menggarisbawahi jika wawasan penulis lebih banyak mengenai keluarga-keluarga di barabai daripada daerah lain, dan penulis masih kurang wawasan mengenai keluarga-keluarga tokoh di daerah lain di hulu Sungai.

Seperti kita ketahui, Perang Hulu Sungai yang dimulai ditahun 1860an terjadi selama puluhan tahun, dan menjadi salah satu perang dengan banyak korban jatuh dari kedua belah pihak, rakyat Hulu Sungai sangat menderita dan menjadi korban utama dalam peperangan, baik korban materi dan non materi. Para elit Hulu Sungai dalam berbagai klan keluarga pun terpecah belah dalam banyak kubu, untuk itu tidak ada cara lain bagi semua orang yang bertikai untuk cepat mengakhiri perang kecuali dengan bekerjasama dan berdamai, termasuk permusuhan dengan Belanda yang menjadi kekuatan utama dan para Bangsawan Hulu Sungai. Untuk stabilitas politik pemerintah belanda memberikan kompensasi bagi sebagian para elit dengan memberikan atau memulihkan kembali jabatan yang pernah mereka miliki dan kemudian keturunan dan keluarganya diberikan privilege untuk menjadi birokrat di pemerintahan kolonial belanda. Dari sana lah asal mula aristokrat Hulu Sungai mengenal birokrasi modern pemerintahan Belanda.

Apakah kemudian aristokrat Hulu Sungai bisa dikatakan Pro Belanda? Pertanyaan ini cukup umum dilontarkan oleh orang awam, Jawabannya mungkin tidak sesederhana pertanyaannya. Apalagi jika kita melihatnya dalam kacamata hitam putih nasionalisme yang dijaman itu tidak dikenal oleh para aristokrat Hulu Sungai. Wacana nasionalisme baru muncul diabad 20, ketika ada kesadaraan baru dikalangan generasi yang lebih muda untuk melawan penjajahan di seluruh Hindia Belanda. Pertanyaan apakah pro belanda atau tidak pro Belanda adalah sangat tidak tepat melihat kondisi saat itu.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun