Mohon tunggu...
Andin Alfigenk AnsyarullahNaim
Andin Alfigenk AnsyarullahNaim Mohon Tunggu... Administrasi - biasa saja

orang biasa saja, biasa saja,,,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

KUA dalam Lingkaran Pernikahan Dini

20 Juli 2017   21:29 Diperbarui: 23 Juli 2017   20:07 3539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokument Pribadi , Mandingin barabai kalsel

Tulisan ini merupakan tanggapan dan rasa hormat kami yang mendalam kepada BKKBN Kalimantan Selatan atas dedikasi mereka terhadap penanggulangan pernikahan dini.

Pernikahan sesungguhnya bukanlah hal aneh dan jarang, tapi merupakan sebuah keseharian kita, mungkin tiap akhir pekan kita mendapat undangan pernikahan yang datang ke rumah, sesungguhnya pernikahan menjadi sebuah kabar gembira dan harapan kebahagiaan.

Banyak tulisan dan berita mengenai pernikahan dini yang saya baca di internet lebih banyak menimpakan kesalahan kepada KUA atau Kantor Urusan Agama sebagai tersangka biang kerok dari masih banyaknya angka pernikahan dini di Indonesia khususnya bagi yang beragama Islam. Tak pelak lagi ini berkaitan dengan Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 

Jikalau boleh curhat KUA memang selalu tidak beruntung, mungkin KUA merupakan salah satu lembaga pemerintah paling banyak jadi tersangka, dari masalah pelayanan publik yang buruk, tersangka masalah korupsi biaya nikah, dan selalu menjadi tersangka utama dalam kasus pernikahan dini, dan lain-lainnya.

Meski di sisi lain KUA juga merupakan salah satu penyumbang utama Penghasilan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang hampir beberapa triliun di tahun 2016 kemarin. Ini ironi sebenarnya.

Penulis merasa tidak nyaman dengan tuduhan bahwa KUA merupakan tersangka utama dalam pernikahan dini, karena tuduhan itu sebenarnya bukan jalan keluar dan tidak memecahkan masalah serta benar-benar tidak mengenani akar masalah. Alih-alih jika tuduhan itu adalah benar namun bagaimana jika sebaliknya?

Menurut penulis tuduhan dan sangkaan itu tidaklah tepat, gegabah dan bias. Penulis tidak bermaksud mengatakan bahwa mereka yang menuduh itu tidak memahami hukum dan birokrasi pencatatan pernikahan tapi saya berharap mereka bisa lebih komprehensip dalam memahami permasalahan pernikahan, termasuk di dalamnya permasalahah pernikahan dini.

Sekilas pernikahan merupakan sesuatu yang simpel atau sederhana, sepasang lelaki dan perempuan yang ingin menikah mendatangi KUA dan setelah itu pernikahanpun terjadi. 

Tapi dalam kenyataannya hal itu tidak sesederhana yang kita bayangkan, banyak hal dan permasalahan di belakangnya yang perlu diperhatikan dan diteliti sebelum pernikahan bisa terlaksana dan dicatatkan, di belakang semua itu pernikahan dan pencatatan pernikahan adalah sebuah kerja besar dan rumit yang terkadang penuh tantangan.

Sampai saat ini saya tidak pernah menemui satupun tulisan yang memberikan gambaran bagaimana sebenarnya pernikahan dan pencatatan pernikahan bisa terlaksana sekaligus mendriskripsikan berbagai kendalanya.

Perlu dipahami jika KUA adalah lembaga eksekutor dalam pencatatan pernikahan, artinya jika sepasang calon pengantin dianggap telah memenuhi segala persyaratan pernikahan maka KUA mempunyai kewajiban untuk bisa memenuhi permohonan calon pengantin untuk melaksanakan pernikahan dan pencataan pernikahan tersebut. Jika tidak, bisa saja KUA dilaporkan ke lembaga ambosment.

Menikah adalah hak asasi manusia, sesuatu yang disakralkan. KUA menyadari bahwa pernikahan dini memberikan banyak dampak negatif baik bagi kesehatan dan dampaknya secara sosial, penulis secara pribadi sering kali mendapati pasangan pengantin dibawah 20 tahun yang menurut penulis belumlah cukup dewasa untuk menikah. Namun apa daya, KUA tidak punya kuasa apapun untuk semena-mena menolak rencana pernikahan tanpa dasar.

Ada beberapa lembaga negara yang terlibat rencana pernikahan sepasang calon pengantin tersebut antara lain Kementerian Dalam Negeri dan pemerintah daerah yang diwakili oleh kelurahan setempat atau kepala desa dan dalam hal tertentu termasuk pihak kecamatan, kemudian Kementerian Kesehatan yang bekerja sama dengan permerintah daerah yang diwakili oleh Puskesmas setempat, Kantor Urusan Agama di bawah Kementerian Agama, dan Kementerian Keuangan dan untuk beberapa kasus  ada keterlibatan Pengadilan Agama di bawah Mahkamah Agung.

Untuk lebih mudah dibayangkan maka saya akan memberikan ilustrasi sederhana sebagai berikut.

Seorang laki-laki bernama Syamsudin dan seorang perempuan bernama Siti Sarah akan menikah yang mana kedua keluarga mereka telah bersepakat untuk itu, langkah pertama yang dilakukan oleh kedua calon pengantin tersebut adalah melaporkan rencana kehendak nikahnya tersebut kepada ketua RT setempat.

Ketua RT kemudian akan memberikan surat keinginan nikah ke kelurahan, kelurahan kemudian akan mengeluarkan surat pengatar Nikah berupa surat model N1 atau surat keterangan untuk Nikah, surat model N2 atau surat keterangan asal usul calon penganten, surat model N3 atau surat persetujuan calon Penganten  untuk menikah tanpa ada paksaan, surat model N4 atau surat keterangan tentang orang tua calon pengantin, surat model N5 atau surat izin dari orang tua calon pengantin atas pernikahan anaknya jika di bawah umur 21 tahun untuk laki-laki dan 19 tahun untuk perempuan sesuai amanat Undang-undang Perkawinan.

Dan jika status calon pengantinnya janda mati atau duda mati maka kelurahan juga akan mengeluarkan surat N6 atau surat keterangan kematian suami/istri, dan yang terakhir adalah surat model N7 atau surat pengantar nikah yang berisi rencana  tanggal dan waktu serta tempat pernikahan dan mahar atau mas kawin. 

Semua surat itu dikeluarkan oleh kelurahan dan ditandatangani oleh lurah. Jika si calon pengantin adalah anggota TNI dan POLRI maka harus ada izin komandan secara resmi. Dan jika janda cerai atau duda cerai harus melampirkan surat cerai asli dari pengadilan.

Jika berkas surat model N di atas sudah terpenuhi dengan dilengkapi KTP, kartu keluarga dan beberapa dokumen penunjang lain seterusnya semua berkas tersebut dapat diserahkan ke KUA untuk didaftarkan rencana pernikahannya, KUA akan memeriksa berkas-berkas tersebut, secara garis besar ada dua pemeriksaan yang dilakukan oleh KUA, pertama adalah memeriksa berkas administrasi calon pengantin apakah sudah terpenuhi atau tidak dan pemeriksaan kedua adalah memeriksa apakah calon penganten ini tidak terhalang secara syariat islam untuk menikah. Jika tidak ada permasalahan administrasi dan halangan secara syari dalam pernikahan maka pernikahan bisa dilaksanakan dan dicatatkan.

Pengadilan agama akan berperan jika terdapat beberapa permasalahan, sebagai contoh jika ternyata salah satu dari calon pengantin tersebut masih di bawah umur, menurut Undang-undang Perkawinan, bagi laki-laki tidak boleh kurang dari 19 tahun dan perempuan tidak boleh kurang dari 16 tahun, maka KUA pasti akan mengeluarkan surat penolakan pelaksanaan pernikahan dan pencatatan pernikahan, calon pengantin atau keluarganya dapat mengajukan permohonan dispensasi kepada pengadilan agama agar pernikahan dibawah umur dapat dilaksanakan, hal ini  sesuai dengan petuntuk Undang-undang Perkawinan.

Dan jika kemudian pengadilan agama memutuskan mengabulkan permohonan disepensasi nikah di bawah umur oleh calon pengantin atau keluarganya maka KUA wajib melaksanakan pernikahan tersebut dan mencatatkan pernikahannya.

Pengadilan Agama juga akan berperan jika sang calon pengantin perempuan yang berumur kurang dari 19 tahun atau calon penganten laki-lakinya berumur kurang dari 21 tahun tidak mendapatkan izin menikah dari orang tua mereka, maka mereka juga bisa mengadukan diri ke Pengadilan Agama untuk mendapatkan izin menikah dari qadi atau hakim.

Selain itu peran Pengadilan Agama juga berperan penting dalam masalah-masalah syar'i seperti dimana wali nikah enggan atau tidak setuju/tidak mau menikahkan calon pengantin perempuan di bawah perwaliannya, maka calon pengantin perempuan bisa mengajukan izin menikah kepada hakim di Pengadilan Agama.

Sedikit gambaran untuk peran penghulu, salah satu tugas penghulu adalah menghadiri peristiwa pernikahan dan mencatatakan peristiwa pernikahan tersebut, secara syar'i penghulu tidak dapat menikahkan sepasang pengantin tanpa izin dan perwakilan dari wali calon penganten perempuan yang diucapkan dengan akad tertentu, jika tidak ada izin dan perwakilan penghulu tidak boleh dan tidak sah menikahkan. 

Jika wali seorang calon pengantin terputus atau dalam keadaan tertentu harus berpindah kepada wali hakim, maka penghulu juga tidak boleh untuk menikahkan pasangan calon pengantin tersebut, wali hakim disetiap kecamatan hanya ada satu yaitu kepala KUA atau PPN, maka pernikahan yang mengharuskan dibawah wali hakim haruslah dinikahkan oleh kepala KUA atau PPN yang sudah ditunjuk dengan surat keterangan resmi.

Peran Kementerian Kesehatan juga sangat penting dengan memberikan imunisasi untuk calon penganten yang menjadi salah satu persyaratan pencatatan pernikahan.

Selanjutnya adalah kementerian Keuangan dimana pernikahan secara sadar atau tidak merupakan salah satu pemasukan bagi negara, bagi calon pengantin yang berencana menikah diluar KUA atau diluar Jam kerja maka harus menyetorkan biaya sebesar Rp 600.000,- kepada negara. Yang dikelola bersama antara kementerian agama dan kementerian Keuangan, negara mendapatkan Triliunan Rupiah dari pernikahan setiap tahunnya melalui KUA.

Dari ilustrasi di atas kita bisa mendapat gambaran bahwa pernikahan bukanlah kerja satu lembaga KUA saja tapi merupakan sebuah kerjasama antar lembaga pemerintah lainnya sehingga pernikahan dan pencatatan pernikahan dapat terlaksana.  Maka pembaca bisa memahami  jika KUA dijadikan sebagai biang keladi dari banyaknya pernikahan dini adalah sesuatu yang absurd.

Dalam acara penyuluhan tentang pernikahan dini yang diadakan oleh BKKBN kalsel tanggal 21-23 Juni 2017 di banjarmasin kami beberapa KUA di undang untuk berhadir dan diberikan penyuluhan. Dalam acara ini KUA tersudutkan dan  seolah-olah sebagai biang keladi banyaknya pernikahan dini, beberapa pemateri menyinggung permasalahan Undang-undang Perkawinan yang mengizinkan pernikahan yang berumur  16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki yang merupakan dasar hukum utama KUA dalam menjalankan pencatatan pernikahan. 

Mereka menyodorkan beberapa data statistik tentang pernikahan dini dimana kalsel sering kali berada di golongan teratas dalam angka pernikahan dini terbanyak, bahkan tahun 2017 ini keluar data jika kalsel tertinggi dan menjadi juara naisonal pernikahanan dini selama tahun 2016.

Kritik kami adalah selama ini KUA tidak pernah ditanya tentang pernikahan dini, KUA hanya didekti dan dituduh, sehingga bagi kami penanggulangan pernikahan dini seolah luput sasaran. Dan KUA pun secara psikologis merespon terhadap berbagai tuduhan tersebut dengan negatif pula.  KUA adalah lembaga pelayanan publik di mana kasus dan urusan pernikahan semakin hari semakin konplek dan rumit di tengah-tengah menurunnya status sakral KUA dalam pernikahan.

Secara etika kami KUA mungkin kurang pantas mengkritik lembaga kami diruang publik, namun jika kita bisa berdiskusi dan bicara kita bisa saja akan mendapatkan banyak hal yang bisa kita pahami bersama, ambil saja contoh tentang birokrasi pernikahan yang selama puluhan tahun tidak banyak perubahan, kami menyadari berbagai kendala tersebut, tapi mengingat KUA tidak berdiri sendiri dan masih dibawah Kementerian Agama maka tidak banyak yang bisa kami lakukan untuk melakukan perubahan tersebut, seperti lembaga negara lainnya kami pun harus turut dan taat pada peraturan yang ada dan berlaku.  

Selain itu KUA adalah lembaga yang unik yang dalam mengaplikasikan unsur-unsur perundangan negara dan agama islam sekaligus, sehingga dalam beberapa kasus KUA harus melakukan beberapa ijtihad atau pengambilan keputusan hukum syar'i.

Berbagai data statistik dengan berbagai angka didalamnya memang bisa memberikan gambaran tapi melihat pernikahan dini merupakan gejala dan fenomena sosial yang berhubungan dengan budaya, sejarah dan politik dimasyarakat maka tidak cukup penanggulangan pernikahan dini hanya dengan menganalisis data statistik dan penelitian sosial sederhana. 

Hemat kami perlu adanya penelitian yang lebih komprehensif dan mendalam dengan cara pandang yang dari  lebih luas dari berbagai aspek sudut pandang, kami kira beberapa penelitian yang berdasar ilmu antropologi mungkin akan sangat membantu daripada hanya sekedar mengandalkan data-data angka.

Seperti dijelaskan diatas KUA biasanya melakukan penelitian administrasi dan penelitian apakah seseorang terhalang menikah secara syar'i, penelitian syar'i memang sedikit lebih rumit. Misalnya bagi anggota TNI dan POLRI adalah sebuah kewajiban administrasi melampirkan surat izin menikah dari komandan sebagai bagian admnistrasi yang wajib dipenuhi, tanpa itu pencatatan pernikahan tidak bisa dilaksanakan, tapi surat izin menikah dari komandan bukan berarti dia dapat menikah secara syar'i jika kemudian setelah dilakukan pemeriksaan terdapat masalah, misalnya ternyata si calon perempuan rupanya masih saudara sesusuan, atau si calon perempuan atau masih terikat pernikahan dengan orang lain secara sirri dan sebagainya.

Dalam kasus kontemporer yang banyak ditemui oleh KUA adalah banyaknya permohonan perbaikan buku nikah khususnya masalah nama dan umur, tanggal lahir yang berbeda dengan beberapa data lain seperti KTP, ijazah, akta lahir dan sebagainya. Dari sini sebagian kami tahu bahwa dahulu ketika dia menikah dia memanipulasi data identitasnya yang paling sering adalah data umur agar bisa menikah.

Mari kita lihat permasalahan lainnya mengenai perbedaan usia dewasa untuk menikah, ada banyak Undang-undang yang membahas masalah ukuran umur dewasa seperti misalnya undang-undang KUHP , Undang-Undang Perkawinan, Undang-undang Perlindungan Anak, undang-Undang Ketenagakerjaan dan beberapa Undang-undang Negara lainnya.

Undang-undang perkawinan tahun 1975 membatasi umur menikah bagi laki-laki adalah 19 tahun dan perempuaaan 16 tahun. Sedangkan beberapa undang-undang lain membatasi 18 tahun, bahkan 21 tahun.

Disinilah yang sering menjadi persoalan, perdebatan serta pertentangan. Dan anehnya hampirnya semua menyalahkan KUA karena menikahkan anak dibawah umur 18 tahun. Berdebatan ini tentu tidak akan berujung dan berakhir karena masing-masing pihak bersikukuh dengan pegangan undang-undangnya masing-masing. Bahkan ada beberapa usaha untuk bisa mengamandemen undang-undang perkawinan.

Saya yakin tidak ada KUA yang berani menikahkan seorang perempuan dibawah umur 16 tahun atau laki-laki dibawah 19 tahun tanpa izin Pengadilan Agama. Dan saya yakin tidak ada KUA yang berani menikahkan seorang perempuan dibawah 19 tahun atau laki-laki dibawah 21 tahun tanpa ada surat izin menikah dari orang tua atau walinya. pun ada yang berani maka bersiap-siap saja terkena hukuman.

Jikapun ada manipulasi umur tentunya KUA tidak mempunyai otoritas apapun akan itu karena seperti diketahui itu bukan ranah KUA, atau bisa dikatakan mustahil bagi KUA memanipulasi umur seorang calon Pengantin.

KUA pun juga tidak bisa memaksa orang tua calon pengantin untuk mengizinkan atau tidak mengizinkan anak perempuan mereka yang berumur dibawah 19 tahun atau anak lelaki mereka yang berumur dibawah 21 tahun untuk menikah.

Tapi jika KUA di Tanya apakah ada jalan untuk mengurangi pernikahan dini tanpa perlu mengamandemin Undang-undang Perkawinan tahun 1974, rasanya kami punya jawaban dan jalan tengah sebagai sebuah inovasi yang bisa berguna, seperti dengan mempersulit prosedur pemberian izin menikah oleh orang tua bagi calon pengantin perempuan yang berumur dibawah 19 tahun dan laki-laki dibawah 21 tahun, seperti ya misalnya harus ada rekomendasi atau pertimbangan bupati atau walikota mungkin, atau dengan menaikkan biaya nikah resmi yang harus dibayarkan ke Negara beberapa juta Rupiah bagi pasangan pengantin yang belum cukup umur. Namun sekali lagi beberapa inovasi ini itu bukan ranahnya KUA.

Kami berharap pihak-pihak yang berkepentingan dengan masalah pernikahan dini dapat duduk bersama.

Semoga bermanfaat.
Oleh: Andin Alfianoor Ansyarullah Naim

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun