a) Upah minimum (UMR) tidak hilang. Dan penentuan tetap ditangan Gubernur. Untuk Upah minimum kota/kabupaten (UMSK) harus diatas UMR. Namun untuk sektoral memang benar dihilangkan. Bagi usaha kecil, tidak wajib membayar sesuai UMR.
b) Bagi pekerja yang meninggal dunia, keluarganya tetap diberikan santunan berdasarkan peraturan perusahaan. Sejatinya, untuk peraturan ini sebelumnya malah belum diatur dalam UU ketenagakerjaan.
c) Bagi pekerja yang pensiun bukan tidak mendapatkan pesangon. Pesangon tetap diberikan. Hanya nilainya yang berbeda.
d) Bagi karyawan yang habis kontrak, perusahaan wajib memberikan pesangon. Ini pun sebelumnya tidak diatur. Bila habis kontrak ya sudah tidak mendapatkan apa-apa.
e) Cuti khusus tidak dihilangkan. Cuti khusus meliputi melahirkan, haid, menikah, pergi haji, dan sebagainya. Hanya untuk cuti panjang selama 2 bulan setelah masa kerja tertentu dihilangkan. Setahu saya sih cuti 2 bulan pada praktiknya juga tidak pernah ada.
f) Tenaga kerja asing diperluas. Tidak hanya di posisi tertentu saja. Kecuali bagian personalia tidak boleh diisi tenaga asing.
g) Aturan kontrak maksimal 2 tahun perpanjangan 1 tahun dihapuskan. Diserahkan kepada perusahaan. Namun bukan tidak ada lagi pengangkatan karyawan tetap. Mekanismenya diserahkan pada perusahaan. Kalau mau jujur, sebenarnya sekarang pun sudah begitu.
Jadi kalau boleh secara objektif menyampaikan, UU ini ada plus minusnya. Dari sudut pandang buruh, ada aturan baru yang menguntungkan tetapi ada pula yang merugikan.Â
Sebagai seorang buruh, jujur saja saya pun juga tidak puas dengan beberapa poin yang ada. Tetapi sebenarnya Undang-undang ini tidak semenakutkan seperti kabar burung yang beredar di kalangan buruh.Â
Status WA kawan-kawan setelah pengesahan RUU kemarin begitu mengerikan. Bahkan ada pula yang termakan hoaks ibadah sholat Jumat akan dikurangi jamnya. Apa nggak ngeri? Saya tidak tahu mereka dapat dari mana kabar semacam ini.Â
Kemarin pun di kota kami, ditengah situasi pandemi, buruh tetap berbondong-bondong melaksanakan long march walau sudah dilarang. Ini berpotensi menimbulkan klaster baru penyebaran covid-19.Â