Memiliki rumah adalah impian semua orang. Tidak berlebihan karena rumah merupakan kebutuhan primer selain sandang dan pangan. Ini adalah pengalaman pribadi saya memiliki rumah pertama.Â
Waktu itu usia saya 26 tahun. Cukup terlambat dibandingkan beberapa kawan seperjuangan yang mulai mengambil rumah pertama mereka di usia 22-24 tahun.Â
Namanya belum pengalaman, hanya modal hasrat yang menggebu, saya bersama seorang kawan (selanjutnya saya sebut Sukimin) yang juga sama-sama ingin membeli rumah, bersafari untuk mencari beberapa calon rumah pertama kami. Pertama kali kami mengunjungi stand di mal Tang City, Kota Tangerang.Â
Beberapa pengembang maupun agen properti mempromosikan produk perumahan mereka disana. Kami bertemu dengan salah seorang agen perumahan subsidi.Â
Awalnya memang kami mengincar rumah subsidi yang harganya masih terjangkau. Kala itu harganya masih sekitar 129 juta rupiah. Tertarik dengan penawarannya, kami membuat janji bertemu di lokasi rumah yang akan dibangun. Pada hari H, Kami bertemu.Â
Lokasinya termasuk pelosok. 2 kilometer jalan menuju ke perumahan tersebut masih berupa jalan tanah. Kami dijanjikan jalan ini akan segera dibangun. Ketika masuk ke lokasi perumahan, kami lebih dibuat shock lagi. Lokasinya cukup luas, namun sebagian besar masih berupa tanah yang diurug.Â
Beberapa rumah sudah dibangun, namun hanya sebagian kecil saja dibagian depan. Jalan masuk dari boulevard baru sekitar 500 meter yang sudah dibangun mendekati rumah yang berlokasi dibagian paling depan.Â
Selebihnya masih berupa tanah urugan. Calon rumah kami itu masuknya masih jauh. Rumah masih dibangun dan kesemuanya masih kosong. Ketika kami mengecek kondisi bangunan, alamak....menyedihkan!
Kondisi Rumah subsidi tersebut :
- Dinding menggunakan batako, bukan bata merah maupun hebel
- Kusen dan pintu sudah mulai lapuk dibeberapa bagian
- Keramik kondisinya sudah banyak yang terangkat
- Air menggunakan pompa, dan itu harus digali sendiri oleh konsumen. Biaya penggalian pompa air tanah sedalam 30 meter itu tidak murah. Sekitar 6-8 juta.
Intinya, rumah tidak layak ditempati. Kalau akan menempati, harus direnovasi besar dahulu yang pasti akan memakan biaya yang tidak sedikit. Karena tidak yakin, akhirnya kami mengurungkan niat membeli rumah itu.Â
Kemudian kami lanjut survey dibeberapa rumah subsidi lainnya. Hasilnya kurang lebih sama. Kualitasnya tidak berbeda jauh. Akhirnya terbentuk mindset, membeli rumah subsidi tampaknya tidak cocok bagi kami.Â
Apalagi lokasinya juga jauh dari keramaian, jauh dari tempat kerja. Memang biasanya letak rumah subsidi itu berada di pinggiran.Â
Singkat cerita, kami mendapat informasi perumahan yang tidak jauh dari tempat kerja. Rumah ini yang kemudian akhirnya kami beli dan kami tinggali sampai sekarang.Â
Rumahnya memang bukan rumah subsidi sehingga harganya pun lebih mahal. Namun kami tertarik dengan iming-iming konsep pembayaran DP yang ringan.Â
Akhirnya kami putuskan mengunjungi lokasi perumahan tersebut dan bertemu dengan salah satu sales dari pengembang perumahan. Saya akan ceritakan secara runut proses demi prosesnya.
Kondisi Perumahan dan Konsep penawaran harga
Harga rumah saat itu 320 juta. Pengembang menetapkan DP dan Uang muka sebesar 23 juta. Seharusnya berdasarkan iklan, DP tersebut harus lunas dalam 2x pembayaran.Â
Namun setelah nego dengan sales, akhirnya kami boleh mencicil selama 6x bayar. Untuk mensiasati aturan DP rumah 15 persen, pengembang memberikan semacam diskon.Â
Nah, diskon inilah yang akan menambahkan kekurangannya. Lalu yang membuat menarik adalah free biaya KPR. Besarnya biaya KPR adalah 5 persen dari plafon pinjaman KPR.Â
Jadi kami cukup membayar 23 Juta langsung bisa akad kredit. Dalam proses awal ini perlu dipelajari sungguh-sungguh. Ada beberapa biaya yang harus dikeluarkan saat kita ingin membeli rumah baru selain harga rumah itu sendiri. Yakni biaya KPR, biaya BPHTB, biaya AJB dan biaya SHM.Â
Pelajari juga biaya-biaya lain yang mungkin dicantumkan oleh pengembang seperti biaya pemasangan listrik, biaya instalasi air, biaya peningkatan mutu, dan lain sebagainya.Â
Saya sering menjumpai biaya-biaya ini dalam penawaran rumah subsidi. Untuk rumah kami sendiri sudah dilengkapi listrik 1300 watt dan air PDAM. Konstruksi bangunan menggunakan bata merah. Kondisi perumahan saat itu sudah 50% terbangun.Â
Jalan paving blok juga sudah tersedia berikut pos security. Survey lokasi ini sangat penting. Bila masih berupa lahan kosong anda harus pastikan kapan dibangun.Â
Status tanahnya bagaimana. Banyak kasus pengembang nakal yang status tanahnya belum jelas dan rumahnya akhirnya tidak terbangun padahal uang sudah disetorkan.
Pembayaran DP
Mohon berhati-hati dalam setiap transaksi keuangan. Setiap pembayaran hendaknya harus melalui rekening resmi pengembang. Kemudian ada kwitansi resmi dengan cap resmi pengembang.Â
Dasar kami yang memang belum berpengalaman, kami manut saja ketika diminta transfer ke rekening pribadi sales. Akhirnya masalah timbul.Â
Uang itu belum dibayarkan ke pengembang. Saya masih beruntung, uang saya cepat dibayarkan ke pengembang oleh sales tersebut. Sukimin, kawan saya yang pelunasannya belakangan, sempat dibawa kabur uangnya.Â
Sialnya si sales kemudian pindah kerja. Mengadu ke pengembang tak ada gunanya, pengembangnya bergeming. Bukan tanggung jawab mereka katanya.Â
Setelah menunggu berbulan-bulan dan terus didesak, akhirnya barulah uang tersebut dibayarkan dan Sukimin pun bisa proses akad kredit.
Memilih KPR Bank.
Pengembang biasanya bekerja sama dengan lebih dari satu bank. Ada KPR reguler, ada KPR Syariah. Masing-masing KPR mempunyai keunggulannya. Tinggal bandingkan saja karena penawarannya bisa berubah-ubah.Â
Kami berproses KPR dengan salah satu bank swasta. Awalnya kami ditawarkan KPR berdurasi 20 tahun dengan bunga fix selama 10 tahun. Bunga fix sebesar 11 %. Ini bedanya rumah subsidi dan rumah komersil. Untuk rumah subsidi bunganya tetap (fix) selama periode mengangsur.
Beda dengan rumah komersil. Periode fix nya hanya beberapa tahun saja sesuai negoisasi kita dengan pihak bank. Setelah itu akan dikenakan bunga floating, bunga yang persentasenya berubah-ubah.Â
Jumlah angsuran per bulan bila dengan model KPR awal yang ditawarkan adalah 3,1 juta. Karena terasa cukup berat bagi kami saat itu, kami tahan. Tidak kami tandatangani.Â
Sampai akhirnya kami ditanya oleh sales, kenapa tidak segera ditandatangani. Kami bilang angsurannya terlalu besar dan waktunya terlalu lama. Kemudian dari sales membantu menghubungkan dengan pihak bank.
Pihak bank lalu menghubungi kami dengan memberikan opsi lain. Opsi pertama adalah masa fix 2 tahun dengan bunga fix 8,5 % selama masa KPR 15 tahun.Â
Pelunasan sebelum waktunya tidak akan dikenakan denda atau penalty. Opsi kedua, masa fix 5 tahun dengan bunga 8,9% selama masa KPR 15 tahun. Pelunasan sebelum 7 tahun akan dikenakan denda.Â
Akhirnya kami memilih opsi kedua. Sebelumnya kami sudah mensimulasi semua opsi kredit yang ditawarkan. Opsi kedua inilah yang menurut kami paling ringan diantara yang lain.Â
Jadi ketika anda hendak membeli rumah baru, jangan terburu-buru mengambil opsi penawaran KPR dari bank. Minta opsi lain terlebih dahulu.
Akad kredit
Tiba waktunya akad kredit, saya dijelaskan oleh marketing executive bank setiap perjanjian dalam akad. Pelajari benar setiap detil dalam perjanjian tersebut karena perjanjian ini akan mengikat nasabah selama perjanjian kredit.Â
Termasuk dalam perjanjian tersebut dikatakan bahwa tenggat waktu rumah siap huni maksimal 18 bulan setelah akad kredit. Oh ya, ada dua hal yang kami sesalkan. Mungkin karena kami masih awam sebelumnya.Â
Pertama, Di bank tersebut menerapkan tanggal jatuh tempo disesuaikan dengan tanggal akad kredit. Padahal akad kredit mepet sekali tanggal gajian. Tak ada jeda waktu. Lebih baik diberi jeda waktu 4-7 hari supaya ketika gaji telah 1-2 hari tidak bingung.Â
Kedua, ada istilah namanya angsuran mengendap yang jumlahnya sebesar angsuran bulanan. Ini harus dibayarkan pertama kali pada saat proses akad. Sebelumnya kami tidak diberitahu mengenai ini.Â
Catat, angsuran mengendap bukanlah angsuran pertama. Angsuran pertama tetap dibayarkan sebulan setelah akad. Angsuran mengendap baru bisa diambil setelah cicilan lunas.
Serahterima kunci
Untuk proses serahterima kunci, ada lagi biaya yang harus kami bayar. Yakni biaya BPHTB dan AJB. BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang akan ditanggung oleh pembeli properti. Besarnya 5% x (Nilai transaksi-nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak).Â
Sedangkan AJB adalah biaya notaris yang biayanya sekitar 1 %. Jadi kami membayar lagi biaya sekitar 6% dari nilai transaksi sebelum menerima kunci.Â
Dalam proses serahterima kunci ini, kami diberi waktu 3 bulan sebagai waktu asuransi. Semisal ada claim seperti genteng bocor, pintu seret, jendela tidak berfungsi, Â dan masalah rumah lainnya dapat diajukan dalam kurun waktu 3 bulan tersebut.
Proses SHM
Ini adalah proses terakhir. Cukup lama karena kami menunggu waktu sekitar 2 tahun untuk proses SHM. Proses ini sebenarnya hanya terkait antara pembeli dengan notaris. Untuk biaya SHM ini pastikan untuk mempelajari dengan benar besaran perhitungannya. Kalau tidak, kadang-kadang ada oknum yang bermain antara pengembang dan notaris yang menyebabkan biaya SHM tidak masuk akal.Â
Pengalaman saya, di perumahan sebelah kami yang masih satu pengembang, mereka diminta biaya SHM yang jauh lebih besar. Padahal dengan luas tanah dan bangunan yang sama. Dan perumahan tersebut lebih lama berdiri.Â
Faktor yang menjadi unsur perhitungan setiap daerah bisa berbeda. Pengalaman tetangga yang sudah-sudah, ketika menghadapi notaris dan diminta membayar sekian, langsung diiyakan karena ketidaktahuannya.
Demikian tadi pengalaman kami dalam pembelian rumah pertama. Saat ini sudah berjalan 5 tahun. Banyak sekali dinamika dalam proses pembelian rumah pertama karena sekali lagi kami belum berpengalaman sama sekali dalam proses jual beli rumah.Â
Proses pembelian rumah adalah sebuah proses yang memakan biaya besar dan waktu yang panjang. Jadi pelajari dengan seksama supaya kita sebagai konsumen jangan sampai dirugikan.
Semoga bermanfaat.
Salam.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI