Permasalahan pendidikan moral selanjutnya adalah lemahnya unsur conditioning (pembiasaan). Pendidikan moral berupaya untuk menanamkan dan membentuk perkembangan moral peserta didik sampai mencapai kesempurnaan. Dalam proses tersebut dibutuhkan pembiasaan (conditioning) terhadap perilaku moral yang diajarkan dengan memberikan hadiah, pujian, dan penghargaan untuk perilaku moral yang baik dan memberikan hukuman untuk perilaku moral yang tidak baik.
Upaya pembiasaan perilaku moral di sekolah kurang mendapatkan perhatian yang maksimal. Contohnya seperti dalam hal kejujuran, Â guru jika menemui peserta didik berbohong dalam suatu hal hanya dianggap sebagai hal yang wajar dan tidak diberi hukuman yang keras agar anak tidak terbiasa melakukan perilaku dusta (berbohong). Dari hal ini anak akan menangkap bahwa perilaku berbohong tidak memberikan dampak yang sangat merugikan bagi dirinya, sehingga perhatian anak terhadap pembiasaan berperilaku jujur terabaikan.
Usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah-maslah di atas dengan membentuk perilaku moral sejak dini dimulai dari lingkungan keluarga, karena keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal oleh seorang anak. Sedangkan untuk di sekolah, seharusnya guru atau pihak sekolah membuat peraturan yang lebih ketat lagi sesuai dengan nilai-nilai moral yang benar agar peserta didik menjadi lebih disiplin.Â
(3) Unsur modeling dalam pendidikan moral yang lemah
Proses pembentukan moral anak kedalam tahap yang lebih tinggi atau mencapai kata sempurna, salah satunya diperoleh melalui peniruan terhadap figure yang diidolakan hal ini berarti segala tindakan (perilakuk moral) yang dilakyukan oleh guru akan ditiru oleh murid yang mengidolakannya. Akibatnya jika guru mampu menampilkan perilaku moral yang baik, maka peserta didik akan cenderung menirukan perilaku yang baik tersebut. Namun dalam hal modeling ini, peserta didik mempunyai beragam tokoh idola mulai dari orang tua, tokoh masyarakat, terutama kalangan selebritis. Semakin tinggi tingkat pengidolaan seorang peserta didik terhadap tokoh udolanya, semakin tinggi pula peniruan tingkah laku dari tokoh idola tersebut.
Seorang guru yang memberikan pelajaran setiap hari di kelas jarang dijadikan idola oleh peserta didik, padahal sosok gurulah yang memberikan contoh perilaku yang baik kepada peserta didik. Hal ini berakibat proses penanaman perilakuk moral yang baik dengan cara modeling  yang dilakukan di sekolah dikalahkan oleh proses modeling dari tokoh lain yang belum tentu perilaku moralnya baik. Sehingga banyak perilaku moral yang tidak diharapkan dilakukan oleh peserta didik. Dapat disimpulkan bahwa proses modeling ini kurang membantu terhadap proses perkembangan moral peserta didik.
Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi problematika dari sistem modeling ini adalah dengan pengkondisian yang baik melalui tata cara bicaranya, sikapnya, pendidirian kedisiplinan ibadahnya, dan lain sebagainya yang berlaku bagi guru dan peserta didiknya.
(4) Kurangnya pembahasan konflik moral
Banyaknya anak yang melakukan perilaku penyimpangan moral, disebabkan oleh nilai moral yang diberikan di sekolah tidak sesuai dengan situasi moral di masyarakat yang ditangkap oleh peserta didik. Pendidikan moral di sekolah kurang memberikan pembahasan konflik moral yang terjadi. Hal ini dikarenakan bentuk pengajarannya yang cenderung tekstual dan tidak adanya umpan balik dari orang tua atau dari peserta didik sendiri tentang konflik moral yang dialaminya. Dalam pengambilan keputusan melakukan tindakan moral dari konflik yang dialami teman sebaya akan banyak memberi peran. Jika ia berada dilingkungan teman yang baik, maka ia akan cenderung melakukan keputusan terhadap perilaku moral yang baik. Sehingga proses penanaman nilai moral di sekolah kurang berjalan dengan maksimal.
Cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah di atas adalah dengan pembicaraan secara intensif tentang konflik moral maka guru akan dapat membimbing anak menentukan pilihan moral yang tepat dan dapat membantu peningkatan tahap perkembangan moral peserta didik ke arah yang lebih tinggi (sempurna).
KESIMPULAN DAN SARANÂ