Mohon tunggu...
Alfi Wulandari
Alfi Wulandari Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Jika terpaksa jangan dibaca :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Rendahnya Moral Peserta Didik Akibat Problematika Pendidikan Moral di Sekolah

1 November 2019   12:03 Diperbarui: 1 November 2019   12:06 5685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Oleh Alfi Wulandari

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu keguruan, IAIN Tulungagung, Jalan Mayor Sujadi Timur No. 46 Tulungagung-Jawa Timur 66221

Email : dema.iaintulungagung1718@gmail.com Telepon : (085649202800)

ABSTRAK 

Sekolah merupakan sebuah lembaga yang bertugas sebagai jembatan untuk memproses siswa menjadi pribadi yang unggul dalam berbagai aspek. Melalui pendidikan di sekolah siswa diharapkan mampu menguasai pengetahuan dari beberapa ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik yang di dalamnya memuat pendidikan moral. Pendidikan moral dilakukan untuk menjadikan peserta didik menjadi beradab dan mampu menjadi manusia yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Namun pada kenyataannya, masih banyak siswa yang dijumpai melakukan perilaku menyimpang yang pada akhirnya muncul degradasi moral pada peserta didik. Sekolah akan benar-benar bermakna jika sudah menerapkan pendidikan  moral kepada peserta didik secara totalitas.    

Kata Kunci: Peserta didik, Pendidikan Moral 

PENDAHULUAN 

Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting bagi kehidupan manusia, pendidikan dapat mendorong peningkatan kualitas manusia dalam bentuk meningkatnya kompetensi kognitif, afektif, maupun psikomotor. Masalah yang dihadapi dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan kualitas kehidupan sangat kompleks, banyak faktor yang harus dipertimbangkan karena pengaruhnya pada kehidupan manusia tidak dapat diabaikan. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas Sumberdaya manusia apalagi pada era revolusi industry 4.0 saat ini.

Pada era globalisasi dewasa ini teknologi berkembang dengan sangat pesat, sehingga suatu informasi dapat dengan mudah tersebar luas. Hal tersebut mengkibatkan berbagai nilai dari luar yang negative tidak lagi disaring sehingga mempengaruhi pemikiran dan karakter generasi muda yang menimbulkan kekhawatiran terhadap pengikisan jati diri yang terkait merosotnya penghayatan nilai-nilai keagamaan, nasionalisme, nilai sosial budaya bangsa dan perkembangan moralitas individu.

Keberadaan moral bagi seorang individu terutama seorang pelajar sangatlah penting dalam menjalin hubungan sosial dengan orang lain seperti dengan keluarga, teman sebaya, dan juga guru. Moral pelajar yang baik akan memberikan dampak yang baik terhadap kehidupan, sedangkan moral pelajar yang yang kurang baik akan memberikan dampak yang buruk dalam kehidupan seperti mengakibatkan interaksi yang tidak harmonis dalam masyarakat yang akhirnya memunculkan kegelisahan sosial. H.A.R Tilaar (1999) mengatakan bahwa degradasi moral telah menggejala dalam kehidupan masyarakat moderen dewasa ini, demikian halnya dengan para pelajar dan mahasiswa. Banyak pelajar yang melakukan tindakan penyimpangan moral baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Pendidikan moral merupakan hal yang sangat penting dalam institusi pendidikan karena berperan dan bertanggung jawab untuk menanamkan moral kepada peserta didik. Untuk membentuk dan mengarahkan peserta didik pada nilai dan moral yang baik membutuhkahn kondisi dan siatuasi yang benar-benar berada dalam keadaan selaras, tenang, kasih sayang, saling menerima perbedaan, dan tanpa perselisihan. Dengan situasi dan kondisi tersebut bertujuan untuk membuat siswa terbiasa berada dilingkungan yang positif sehingga terbentuk moral positif.

Sampai sekarang institusi pendidikan masih dipercaya sebagai media untuk menanamkan nilai-nilai moral kepada peserta didik. Namun tidak dapat dipungkiri, berbagai macam penyimpangan moral peserta didik masih sering ditemui baik di sekolah maupun diluar sekolah. Persoalannya adalah bagaimana sebenarnya pendidikan moral itu diberikan kepada peserta didik di sekolah, apakah dapat diinternalisasi dalam setiap individu peserta didik atau hanya sebagai formalitas saja.

METODOLOGI PENELITIAN 

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, metode ini dipilih karena bertujuan untuk menghasilkan informasi berupa catatan dan data deskriptif yang terdapat di dalam teks yang diteliti. Adapun jenis pendekatan yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang memberikan gambaran dan keterangan secara jelas, objektif, sistematis, analitis, dan kritis mengenai Problematika apa saja yang terjadi dalam Pendidikan Moral di sekolah yang menyebabkan peserta didik masih sering melakukan tindakan penyimpangan moral. Jenis pendekatan deskriptif yang dipakai dalam penelitian ini adalah studi pustaka yang menggunkan buku-buku dan literatur-literatur lainnya sebagai objek yang utama (Hadi, 1995: 3).

HASIL DAN ANALISIS

Moral dan Pendidikan Moral 

Kata moral berasal dari bahasa latin Mores, jamak dari kata mos yang mempunyai arti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Arab, moral diartikan sebagai Akhlak yang mempunyai makna tabiat, adat istiadat, dan perilaku (Mansyur Ali Rajab, 1983: 11). Moral atau akhlak merupakan inti dari semua ajaran yang yang diturunkan Tuhan, sehingga banyak para tokoh agama yang memberikan definisi tentang moral atau akhlak ini. Seperti Ibnu Miskawaih (932-1030 M) dan Al-Ghazali (1058-1111 M) mendefinisikan akhlak sebagai sikap batin yang memiliki kekuatan untuk mendorong manusia secara langsung untuk melakukan tindakan kebaikan tanpa memikirkan pertimbangan terlebih dahulu.

Dalam pengertian umum, moral adalah hal yang berhubungan dengan prinsip-prinsip pertimbangan antara yang benar dengan yang salah yang berkaitan dengan tingkah laku dan karakter setiap individu (Abdul Hasim, 2000). Dapat disimpulkan bahwa moral adalah sesuatu yang mengarah kepada perasaan, sikap, dan tanggung jawab yang berlandaskan pada pertimbangan benar dan salah yang didasari keyakinan pribadi setiap individu.

Moral setiap individu tidak terlahir begitu saja, pada dasarnya manusia memiliki dua potensi yaitu potensi baik dan potensi buruk, bahkan potensi buruk itu cendrung lebih kuat.  Potensi buruk tersebut dapat diminimalisir pada diri individu dengan cara membentuk moral seseorang menjadi baik dengaan usaha-usaha konkrit, dan peran ini diambil oleh lembaga pendidikan yang dikemas dalam pendidikan moral.

Pendidikan moral merupakan penanaman, pengembangan, dan pembentukan akhlak yang mulia dalam diri anak. Pendidikan moral harus satu program atau pelajaran khusus, akan tetapi merupakan suatu dimensi dari seluruh usaha pendidikan (Satra:2000). Sedangkan menurut Nasikh Ulwan mengemukakan bahwa pendidikan moral adalah sendi moral, keutamaan tingkah laku yang wajib dilakukan oleh anak didik, diusahakan dan dibiasakan sejak kecil hingga dewasa (Ulwan: 1990). Hal tersebut menunjukkan bahwa suatu moral bagi anak dapat dikembangkan dari tingkat yang sederhana menuju tingkat yang sempurna melalui proses pendidikan. 

Dalam konteks pendidikan, pendidikan moral berarti guru menyampaikan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran serta mampu mendemonstrasikannya melalui sikap dan perilaku tentang kebaikan dan kebenaran dari karakter dan tingkah laku manusia.  Idealnya, guru harus mampu memporsinifikasikan nilai-nilai moral pada sikap dan tingkah lakunya (Abdul Hasim, 2000). Jika hal tersebut terwujud maka tujuan pendidikan moral yakni melahirkan suatu perbuatan dan tindakan yang baik bagi peserta didik telah berhasil.

Untuk mencapai perkembangan moral yang sempurna membutuhkan beberapa sapek yaitu prinsip pembiasaan (kondisioning). Dalam hal ini faktor pemberian reinforcement  (reward dan punishment) memegang peran yang penting untuk membiasakan peserta didik melakukan tindakan moral yang baik dan tidak menyimpang. Dalam pemberian reinforcement terhadap perilaku yang baik, komentar-komentar yang disampaikan guru merupakan faktor penting untuk proses internalisasi atau pengahayatan siswa terhadap standar moral.

Faktor lain adalah dengan diberikan teladan yaitu berupa contoh-contoh tindakan yang baik dari guru. Kemudian diperlukan adanya penjelasan-penjelasan terhadap pertimbangan moral (alasan-alasan melakukan tindakn) sehingga dapat dicapai perkembangan moral pada tingkat yang diinginkan yaitu tingkat tertinggi. Aspek selanjutnya ditunjukkan pada cara berpikir serta sistem nilai yang dilakukan peserta didik agar mampu melakukan pertimbangan moral baik untuk dirinya sendiri maupun bagi orang lain, sambil mengokohkan kepercayaan akan keutamaan moral yang diajarkan.

Berdasarkan paparan di atas dapat dikatakan bahwa dalam pendidikan moral faktor-faktor yang memegang peranan penting adalah sebagai berikut.

 (1) Pembiasaan (condisioning) yang didalamnya diperlukan adanya reinforcement, baik berupa reward maupun punishment , untuk anak yang melakukan tindakan moral yang baik akan diberi hadiah (pujian), edangkan untuk anak yang melakukan penyimpangan moral akan diberikan hukuman. Dari pembiasaan ini internalisasi nilai moral yang diajarkan akan tertanam dalam diri peserta didik. Peserta didik akan menyadari perilaku moral mana yang harus dipakai dalam kehidupan sehari-hari dan mana yang harus dihindari. Dari pembiasaan tersebut perilaku moral yang diajarkan akan menjadi suatu kebiasaan dan akhirnya membentuk watak atau tabiat.

(2) Pengembangan berfikir kritis terhadap alasan dan tujuan dari perilaku moral, yang didalamnya diperlukan adanya diskusi dan pembahasan serta penjelasan terhadap pertimbangan moral (alasan melakukan suatu perilaku moral), tujuan, dan akibat dari tindakan moral. Dengan adanya hal tersebut akan membawa peserta didik tidak hanya untuk mempertimbangankan suatu akibat dari tindakan moral tetapi juga untuk melakukan tindakan moral memperhatikan nilai-nilai universal yang dijunjung dan mempunyai konsekuensi terhadap kehidupan masyarakat.

Problematika Pendidikan Moral di Sekolah

Dilihat dari contoh perilaku-perilaku peserta didik pada saat ini seperti tawuran antar pelajar, kasus hamil diluar nikah oleh remaja, kasus bunuh diri siswa-siswi gagal UN, perkalahian masal, dan demonstrasi mahasiswa yang tidak santun adalah bukti kegagalan pendidikan dalam membentuk moral peserta didik. Hal ini berarti terjadi kesenjangan (moralitas) antara pembelajaran tentang pendidikan moral dilembaga pendidikan dengan keadaan yang dijumpai. Berikut ini hal-hal yang dianggap menyebabkan kurang optimalnya moral peserta didik.

(1) Sistem  pendidikan moral dan lemahnya sistem evaluasi pendidikan moral

Kalau dilihat dari segi pelaksanaan pendidikan moral di sekolah, biasanya penanaman moral disajikan dalam bentuk mata pelajaran seperti Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan. Tercapainya pendidikan moral kepada peserta didik dilihat dari nilai lulus pada mata pelajaran tersebut yang menenkankan kepada kemampuan anak didik dan guru tidak mengetahui kondisi moral yang sebenarnya dari pesert didik. Seberapa baik nilai yang didapatkan peserta didik dalam menjawab soal-soal tentang pendidikan moral tentu saja belum menjamin tercapainya perkembangan moral yang baik, sesuai yang dikatakan Tilaar bahwa untuk menilai perkembangan nilai moralitas peserta didik perlu adanya penilaian terhadap realisasi perilaku moral anak di setiap lingkungan kehidupan anak. Akan tetapi perilaku moral peserta didik tidak tercakup dalam sistem evaluasi sekolah, bahkan tidak dijadikan sebagai acuan kelulusan.

Berdasarkan hal tersebut dapat dipahami mengapa perkembangan moral seorang anak tidak mencapai taraf moral yang baik. Hal ini dikarenakan fokus dari peserta didik tidak kepada bagaimana merealisasikan nilai-nilai moral yang diajarkan dalam kehidupan nyata tetapi mereka lebih cenderung kepada penguasaan materi dan kemampuan mengerjakan soal-soal formal dalam ujian.

Usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal-hal di atas adalah dengan menerapkan pendidikan moral ke semua mata pelajaran. Jadi tidak hanya guru Pendidikan Agama dan Guru Pendidikan Kewarganegaraan saja yang, tetapi semua guru mata pelajaran wajib menanamkan nilai-nilai moral kepada peserta didik agar peserta didik menjadi manusia yang sempurna baik jasmani maupun rohani, mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai makhluk tuhan, makhluk sosial, dan sebagai individu yang mandiri (Yunus: 2000).

(2) Kurangnya unsur conditioning dalam pendidikan moral

Permasalahan pendidikan moral selanjutnya adalah lemahnya unsur conditioning (pembiasaan). Pendidikan moral berupaya untuk menanamkan dan membentuk perkembangan moral peserta didik sampai mencapai kesempurnaan. Dalam proses tersebut dibutuhkan pembiasaan (conditioning) terhadap perilaku moral yang diajarkan dengan memberikan hadiah, pujian, dan penghargaan untuk perilaku moral yang baik dan memberikan hukuman untuk perilaku moral yang tidak baik.

Upaya pembiasaan perilaku moral di sekolah kurang mendapatkan perhatian yang maksimal. Contohnya seperti dalam hal kejujuran,  guru jika menemui peserta didik berbohong dalam suatu hal hanya dianggap sebagai hal yang wajar dan tidak diberi hukuman yang keras agar anak tidak terbiasa melakukan perilaku dusta (berbohong). Dari hal ini anak akan menangkap bahwa perilaku berbohong tidak memberikan dampak yang sangat merugikan bagi dirinya, sehingga perhatian anak terhadap pembiasaan berperilaku jujur terabaikan.

Usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah-maslah di atas dengan membentuk perilaku moral sejak dini dimulai dari lingkungan keluarga, karena keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal oleh seorang anak. Sedangkan untuk di sekolah, seharusnya guru atau pihak sekolah membuat peraturan yang lebih ketat lagi sesuai dengan nilai-nilai moral yang benar agar peserta didik menjadi lebih disiplin. 

(3) Unsur modeling dalam pendidikan moral yang lemah

Proses pembentukan moral anak kedalam tahap yang lebih tinggi atau mencapai kata sempurna, salah satunya diperoleh melalui peniruan terhadap figure yang diidolakan hal ini berarti segala tindakan (perilakuk moral) yang dilakyukan oleh guru akan ditiru oleh murid yang mengidolakannya. Akibatnya jika guru mampu menampilkan perilaku moral yang baik, maka peserta didik akan cenderung menirukan perilaku yang baik tersebut. Namun dalam hal modeling ini, peserta didik mempunyai beragam tokoh idola mulai dari orang tua, tokoh masyarakat, terutama kalangan selebritis. Semakin tinggi tingkat pengidolaan seorang peserta didik terhadap tokoh udolanya, semakin tinggi pula peniruan tingkah laku dari tokoh idola tersebut.

Seorang guru yang memberikan pelajaran setiap hari di kelas jarang dijadikan idola oleh peserta didik, padahal sosok gurulah yang memberikan contoh perilaku yang baik kepada peserta didik. Hal ini berakibat proses penanaman perilakuk moral yang baik dengan cara modeling  yang dilakukan di sekolah dikalahkan oleh proses modeling dari tokoh lain yang belum tentu perilaku moralnya baik. Sehingga banyak perilaku moral yang tidak diharapkan dilakukan oleh peserta didik. Dapat disimpulkan bahwa proses modeling ini kurang membantu terhadap proses perkembangan moral peserta didik.

Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi problematika dari sistem modeling ini adalah dengan pengkondisian yang baik melalui tata cara bicaranya, sikapnya, pendidirian kedisiplinan ibadahnya, dan lain sebagainya yang berlaku bagi guru dan peserta didiknya.

(4) Kurangnya pembahasan konflik moral

Banyaknya anak yang melakukan perilaku penyimpangan moral, disebabkan oleh nilai moral yang diberikan di sekolah tidak sesuai dengan situasi moral di masyarakat yang ditangkap oleh peserta didik. Pendidikan moral di sekolah kurang memberikan pembahasan konflik moral yang terjadi. Hal ini dikarenakan bentuk pengajarannya yang cenderung tekstual dan tidak adanya umpan balik dari orang tua atau dari peserta didik sendiri tentang konflik moral yang dialaminya. Dalam pengambilan keputusan melakukan tindakan moral dari konflik yang dialami teman sebaya akan banyak memberi peran. Jika ia berada dilingkungan teman yang baik, maka ia akan cenderung melakukan keputusan terhadap perilaku moral yang baik. Sehingga proses penanaman nilai moral di sekolah kurang berjalan dengan maksimal.

Cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah di atas adalah dengan pembicaraan secara intensif tentang konflik moral maka guru akan dapat membimbing anak menentukan pilihan moral yang tepat dan dapat membantu peningkatan tahap perkembangan moral peserta didik ke arah yang lebih tinggi (sempurna).

KESIMPULAN DAN SARAN 

Kesimpulan

Pendidikan moral berupaya membantu anak didik mencapai tahap perkembangan moral yang lebih sempurna. Dalam kerangka itu diperlukan adanya suatu proses yang terprogram. Proses penanaman dan pembinaan serta pengembangan peserta didik di sekolah dengan cara pembiasaan, peniruan dan pemberian contoh yang baik serta pemahaman terhadap pertimbangan dan perilaku moral.

Berdasarkan pembahasan di atas, diketahu bahwa telah terjadi kesenjangan antara moral yang dimiliki peserta didik dengan pendidikan moral yang telah diberikan di sekolah, yaitu pendidikan moral kurang memberikan pengaruh yang kuat terhadap perilaku moral peserta didik, yang mana masih sering dijumpai peserta didik yang melakukan penyimpangan moral.Hal ini karena terdapat beberapa masalah yang terjadi dalam pendidikan moral disekolah antara lain.

(1) Formulasi pendidikan moral dan lemahnya sistem evaluasi pendidikan.

(2) Lemahnya unsur conditioning dalam pendidikan moral.

(3) Kurang mendukungnya unsur modeling dalam pendidikan moral.

(4) Lemahnya pembahasan konflik moral .

Saran

Menurut pendapat saya, pendidikan moral yang dilakukan disekolah harus lebih dioptimalkan lagi agar nilai-nilai moral yang diberikan kepada peserta didik benar-benar dapat dipahami dan diterapkan oleh peserta didik. Selain itu, tugas untuk menanamkan nilai-nilai moral kepada peserta didik bukan hanya tugas dari guru mata pelajaran khusus pendidikan moral melainkan semua guru mata pelajaran harus mampu berperan untuk mengembangkan moral peserta didik menuju tingkat yang lebih tinggi (sempurna).

Berdasarkan beberapa permasalahan moral dan problematika yang dialami dalam pendidikan moral di sekolah, sebenarnya penanaman nilai moral terhadap anak tidak hanya dari sekolah saja. Penanaman nilai-nilai moral bisa dilakukan oleh siapapun seperti dari lingkungan keluarga yaitu orang tua sebagai pendidik yang ampuh bagi anak karena orang tua merupakan orang yang paling sering bertemu dengan anak dan perilaku-perilaku atau kebiasaan orang tualah yang dijadikan panutan yang ditiru oleh anak.

REFERENSI

Ruslan, Rusman Elly, dan Nurul Aini. 2016. Penanaman Nilai-nilai Moral pada Siswa di SD Negeri Lampeuneurut. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Prodi PGSD. Volume I. Nomor 1. Diakses dari, https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://media.neliti.com/media/publications/187368-ID-penanaman-nilai-nilai-moral-pada-siswa-d.pdf&ved=2ahUKEwje-5ve2cHlAhXIvY8KHRD0A6cQFjABegQIBBAB&usg=AOvVaw3sVxXWouGtLxmLEA1fMXiX Pada tanggal  26 Oktober 2019 pukul 06.45

Surur, Misbahus. 2010. Problematika Pendidikan Moral di Sekolah dan Upaya Pemecahannya. Jurnal Fikroh. Volume 4. Nomor 2.  Diakses dari,https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://ejournal.kopertais4.or.id/pantura/index.php/fikroh/article/view/2111/1572&ved=2ahUKEwipzaml28HlAhUGSY8KHdxfB3MQFjABegQIAxAB&usg=AOvVaw1Sx-jsmVNhyXmzIUKzimeV pada tanggal 26 Oktober 2019 pukul 06.45

Fathurrohman. 2019. Implementasi Pendidikan Moral di Sekolah Dasar. Jurnal Bidang Pendidikan dasar (JBPD). Volume 3. Nomor 1. Diakses dari,https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://staffnew.uny.ac.id/upload/132313272/penelitian/artikel%2520moral%2520SD.pdf&ved=2ahUKEwjJ5IL92sHlAhWJLo8KHXPKBVMQFjAFegQIBRAB&usg=AOvVaw1-ccwuM61TwupLWwOr5_n4  pada tanggal 26 Oktober 2019 pukul 06.24

Tilaar, HAR. 1999. Agenda Reformasi Pendidikan Nasional. Magelang: Tera Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun