[caption caption="Gambar: mysenyumsejenak.blogspot.com"][/caption]
Aku membuka mataku.
Memandang sekitarku dengan tatapan kosong dan tidak mengerti.
Di mana aku ini?Â
Aku tidak tahu. Tapi aku merasa tempat ini adalah tempat yang kukenal.
Aku mencoba berpikir dalam kekosongan pikiranku. Tapi aku tetap tidak tahu.
Aku melihat sekitarku, baju-baju kemeja laki-laki terlihat tergantung di antara paku-paku yang terhujam keras di dalam tembok. Beberapa foto terpajang di sebelah baju-baju itu. Seorang wanita muda, cantik dalam balutan baju adat bersanding dengan seorang lelaki gagah, berjas hitam yang sedang tersenyum dengan bahagia.
Tunggu? Itu aku?
Wajahku datar, sedikit ling lung dan mengingat siapa itu. Aku berdiri dengan tertatih menuju foto itu, membiarkan selimut putihku jatuh di tanah. Aku meraba lembut foto itu dan entah kenapa pipiku tiba-tiba merona saat melihatnya. Aku sepertinya rindu akan kenangan yang bahkan aku tak tahu itu apa.
Tiba-tiba seorang lelaki tua gagah, dengan kaos hitam miliknya datang dari balik pintu. Ia menatapku dengan sedikit tersenyum.
"Sudah bangun?"
Aku tidak menjawab dan menatapnya bingung.
"Ayo, sarapan." Ia menuntunku dengan perlahan menuju meja makan.
Aku tak tahu siapa dia, tapi aku tak melawan. Aku merasa percaya bahwa ia tidak akan menyakitiku.
Â
Aku tidak ingat... Ya... bahkan namanya pun aku lupa...Â
Tapi aku ingat sentuhan hangat itu. Sentuhan lembut yang telah menemaniku selama puluhan tahun. Aku ingat tangan itu yang selalu aku pegang ketika aku merasa lemah dan membutuhkan tempat bersandar.
Tangan itu...
Ya... tangan lelaki itu.
Â
***
Hari ini rumah ramai. Aku tidak tahu kenapa.
Banyak orang yang menangis hari ini. Padahal hari masih cerah begini. Beberapa orang mendekatiku, mengelus-elus pipiku sambil berkata "Tidak apa-apa".
Aku menatap mereka bingung, dan berkata, "Ada apa?"
Mereka menjelaskan. Tapi aku tidak mengerti. Aku hanya diam dan menatap mereka bingung.
Di tengah ruangan, banyak tamu yang berkumpul. Entah apa yang mereka lakukan. Membaca doa-doa yang sepertinya pernah aku dengar.
Aku mendekati mereka.
Mereka datang menyambutku, mempersilahkan aku untuk duduk.
Aku duduk.
Ya... aku duduk.
Â
Dan di depanku ada seorang laki-laki tua. Gagah. Terbaring.
Aku tak tahu siapa itu.
Ya... aku tidak tahu siapa itu.
Tapi aku ingin mendekatinya.
Â
Dengan pelan, aku datang. Aku tatap lekat-lekat wajah lelaki itu.
Aku beranikan diri untuk menyentuh pipi dan jenggot keperak-perakannya.
Dingin.
Â
Dingin...
tak sehangat biasanya.
Â
***
Aku kembali membuka mataku.
Â
Memandang sekitarku dengan tatapan kosong dan tidak mengerti. Di mana aku ini?Â
Aku tidak tahu. Tapi aku merasa tempat ini adalah tempat yang kukenal.
Aku mencoba berpikir dalam kekosangan pikiranku. Tapi aku tetap tidak tahu.
Aku melihat sekitarku. Terdapat foto terpajang di atas tembok. Seorang wanita muda, cantik dalam balutan baju adat bersanding dengan seorang lelaki gagah, berjas hitam yang sedang tersenyum dengan bahagia.
Tunggu?Â
Pagi ini rasanya pernah kurasakan. Aku mencoba berpikir, tapi tak bisa...
Ada sesuatu yang berbeda...
Â
Aku terdiam.
Lama terdiam... hingga dengan lembut mataku meleleh.
Menumpahkan kesedihan yang selama ini ada.
Untuk sesuatu yang bahkan aku tidak tahu itu apa.
Â
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H