"Jika pun benar, cerita ini kemungkinan versi penutur Austronesia," kata dia lagi.
Sekalipun bersikap skeptis, Lansing tetap menghormati pengetahuan lokal orang Sumba ini. Apalagi riset genetika telah memberikan titik terang tentang teka-teki asal-usul orang Sumba.
Pembauran genetika
Lembaga Biologi Molekuler Eijkman mulai melakukan penelitian di Sumba pada tahun 2007 dengan memakai marka Y-kromosom.
"Tahun 2007 kami telah mengambil sampel genetika dan memetakan diaspora bahasa masyarakat di Pulau Sumba," ujar Herawati.
Penelitian menggunakan marka Y-kromosom (penanda genetika lelaki) itu menemukan, genetika orang Sumba memiliki haplogrup (kelompok motif genetik) C, K, M, dan O.
Motif C selama ini banyak ditemukan di Indonesia bagian timur dan menjadi penanda genetika orang Papua yang merupakan kelompok migrasi pertama dari Afrika dan diperkirakan tiba di Nusantara sekitar 50.000 tahun lalu.Â
Motif O dimiliki penutur Austronesia yang datang dari Formosa, Taiwan, dan tiba paling belakangan di Nusantara, yaitu 5.000-4.000 tahun lalu.
Sementara motif K dan M kerap diasosiasikan dengan migran dari Asia daratan, yang datang sesudah migrasi pertama dari Afrika hingga Papua, tetapi sebelum kedatangan penutur Austronesia. Motif K dan M ini masih belum jelas rute migrasinya, tetapi kemungkinan juga lewat jalur darat dari Semenanjung Malaysia melalui Sumatera, Jawa, hingga ke Sumba.
"Temuan ini menunjukkan bahwa orang Sumba saat ini terbentuk dari pembauran genetika tiga populasi berbeda," ujar Herawati. "Artinya, sebelum kedatangan orang Austronesia, telah ada penduduk di Sumba dan kemudian terjadi percampuran."
Menariknya, menurut Lansing, Desa Wunga, yang berada di sisi utara pulau ini, memiliki unsur haplogrup Austronesia paling lengkap dibandingkan dengan desa lain di Sumba. Ini menunjukkan bahwa Wunga memang merupakan desa pertama dari penutur Austronesia di Sumba.