Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Jamban Pertama di Kampung Air Garam

15 Agustus 2022   07:54 Diperbarui: 15 Agustus 2022   07:59 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yali Inggibal di depan dua jamban pertama di Kampung Air Garam, Distrik Bugi, Jayawijaya (Foto:Lex) 

 Karena takut kena denda, warga mulai tertib. Awalnya karena takut. Lama-lama menjadi kebiasaan.

Dua tahun sejak wajib jamban, sudah jarang ada balita dan anak yang mencret. Angka kematian balita bisa ditekan.

Tadeus "Tedy" Kogoya, fasilitator  pendamping WVI yang bertugas di Air Garam dan  Manda melihat banyak perubahan.

 "Sangat terasa perbedaannya setelah ada jamban. Kesadaran warga untuk hidup bersih juga cukup tinggi. Misalnya kami ajak warga untuk cuci tangan pakai sabun. WVI bantu siapkan sabun. Di setiap pintu jamban sekarang selalu disiapkan air dan sabun untuk cuci tangan. Kalau ada yang demam atau diare, langsung bawa ke Puskesmas."

Untuk membangun jamban permanen, WVI melakukan pemicuan. Hanya membantu memberi seng, semen, dan kloset jongkok. Sekali itu saja! Sebab lembaga ini punya cara kerja yang terbilang oke. Mereka selalu ingin memunculkan swadaya warga.

Setahun setelah pertemuan kami itu, Tedy tiba-tiba sakit. Ia dilarikan ke rumah sakit di Timika. Sebab RSUD Wamena sudah angkat tangan. Namun terlambat. RIP Tedy.

Kesadaran warga benar-benar muncul. Tokh, sudah terbukti anak-anak mereka jarang sakit karena jamban dan kebersihan lingkungan terjaga. Inisiatif mulai muncul. Warga membangun jamban sendiri. Atau dua-tiga keluarga bersekutu membangun satu jamban. Untuk dipakai bersama. Yali dengan ringan tangan membantu mereka.

 "Ada yang atap masih alang-alang tetapi ada juga yang seng. Sesuai kemampuan mereka. Di Air Garam dan Manda sini sudah ada 65 jamban. Kami bisa makan di halaman rumah seperti sekarang karena tidak ada bau lagi," kata Yali, sembari mengedarkan ipere bakar yang sudah disiapkan Yali dan Wulep untuk kami. Saos buah merah langsung dicedok dari kuali. Fresh from oven.

Setelah persoalan jamban selesai, WVI kembali membuat pemicuan membangun honai dan dapur  sehat. Sebab salah satu penyebab utama radang paru pada balita karena terus-menerus menghirup asap dalam honai yang tak berjendela. Cuaca dingin sepanjang tahun membuat warga membangun honai hanya dengan satu pintu. Api terus dihidupkan untuk mengusir hawa dingin.  

Yali kasih contoh. Honainya diberi jendela. Agar udara leluasa masuk ke dalam honai. Untuk memasak, dibuatlah dapur yang terpisah dari honai tempat tinggal. Warga kembali berswadaya membangun dapur sendiri. Yali yang terampil bertukang membantu mereka.

Waktu kami datang lagi sudah ada 33 dapur dan honai berventilasi di Air Garam dan Manda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun